Praktisi Hukum & Politik: TNI Bela Rakyat di Sulut, Oknum Polri Jadi Pelindung Mafia Tanah di Kalbar

Tak Berkategori

Di wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Tentara Nasional Indonesia (TNI) membela rakyat dalam mempertahankan hak atas tanah.Di Provinsi Kalimantan Barat, oknum anggota Polisi Republik Indonesia (Polri), patut diduga menjadi pelindung mafia tanah dalam merampas hak masyarakat.

Demikian dikatakan Praktisi hukum dan politik di Pontianak, Tobias Ranggie SH (Panglima Jambul), Senen (11/10/2021).

Menurut Panglima Jambul, laporan masyarakat terhadap konflik pertanahan di Provinsi Kalimantan Barat, terutama di wilayah Kabupaten Kubu Raya, sebagian besar dibiarkan berlarut-larut.

“Sampai-sampai kesannya Polri di Provinsi Kalimantan Barat, rela melanggar kode etik, hanya demi jadi pembela dan pelindung mafia tanah PT Bumi Indah Raya di Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya tahun 2007,” kata Panglima Jambul.

Lahan Transmart, awalnya bagian dari 20.000 meter persegi atau 20 hektar milik ahli waris H Aziz bin H Aman, didasarkan surat hak milik swapradja nomor 1323, tanggal 14 Januari 1941.

Dalam perkembangan, kemudian terbit sertifikat atas nama PT BIR di atas lahan milik ahli waris H Aziz bin H Aman, seluas 91.000 meter persegi atau 9,1 hektar, atas nama Dadang Teguh Raradjo.

Ahli waris H Azis bin H Aman, melakukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pontianak, tapi kandas, pada 25 Juni 2007.

Gugatan ahli waris H Aziz bin H Aman di Pengadilan Negeri Mempawah, kemudian juga ditolak pada 31 Agustus 2009.

Dalam perjalanan, PT BIR melapor ahli waris H Aziz bin H Aman ke Polisi, karena dinilai hak milik swapraja tahun 1941, adalah palsu. Pihak ahli waris H Aziz bin H Aman, kemudian dihukum percobaan selama tiga bulan.

Masalahnya kemudian, surat Panitera Pengadilan Negeri Pontianak kepada Alex Laka Duma di Jakarta, nomor W17.U1/1834/HK.02/VII/2018, tanggal 8 Agustus 2018, menegaskan, surat hak milik swapraja nomor 1323 tanggal 14 Januari 1941, atas nama H Aziz bin H Aman, sebagai alat bukti PT BIR membuat laporan Polisi, ternyata hanya berupa fotocopy yang tidak dilegalisir, sedangkan yang aslinya tidak pernah diperlihatkan wujudnya selama proses persidangan.

“Itu berarti, alat bukti fotocopy hak milik Swapraja nomor 1323 tanggal 14 Januari 1941 yang dijadikan alat bukti PT BIR melapor ahli waris H Aziz bin H Aman, dinyatakan tidak sah. Berarti pula hukuman percobaan 3 bulan terhadap ahli waris H Aziz bin H Aman, secara otomatis dinyatakan tidak sah,” kata Tobias Ranggie, SH (Panglima Jambul), praktisi hukum di Pontianak.

Panglima Jambul, mengatakan, telah terjadi pelanggaran kode etik dari penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Polisi Daerah Kalimantan Barat, di dalam melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan surat Swapraja nomor 1323 tanggal 14 Januari 1941, atas nama ahli waris H Aziz bin H Aman.

Pada 24 Mei 2007, PT BIR membuat laporan di Direktorat Reserse dan Kriminal Polisi Daerah Kalimantan Barat. Pada tanggal 26 Juni 2007, hasil laboratorium keluar dan di dalamnya ditulis, surat swapraja nomor 1323 tanggal 14 Januari 1941 adalah palsu. Kata palsu ditulis huruf besar.

“Hukum menggariskan, Polri tidak berhak menyatakan palsu dari hasil pemeriksaan laboratorium. Karena cukup disebut tidak identik. Kata palsu, hanya boleh dinyatakan dalam putusan hakim di Pengadilan. Tapi atas dasar itu pula ‘menegalkan’ PT BIR lebih leluasa merampas tanah ahli waris H Aziz bin H Aman seluas 91.000 meter persegi di lahan Transmart,” kata Panglima Jambul.

Hal itu sudah ditegaskan pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Izha Mahendra SH, dalam keterangannya saat sidang sengketa hasil Pemilihan Umum Presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, tahun 2019.

Yusril Izha Mahendra, ujar Panglima Jambul, sudah menegaskan, lembaga manapun tidak berhak menyatakan kata-kata palsu dalam hasil pemeriksaan laboratorium.

Karena kata palsu hanya boleh digunakan didasarkan putusan hakim di Pengadilan. Sementara selama ini pula, setiap pelanggar hukum, Polisi selalu menyebutnya sebagai tersangka.

Kedepankan hati nurani

Panglima Jambul, mengingatkan, Polri di Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, agar mengedepankan hati nurani di dalam menjalankan tugasnya.

Karena belakangan, kebobrokan PT BIR sebagai mafia tanah sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi.

Sertifikat hak milik nomor 5941 dan 5942 seluas keseluruhan 91.000 meter persegi (9,1 hektar), semula terdaftar atas nama Dadang Teguh Rahardjo, mantan karyawan PT BIR, ternyata dirinya tidak pernah memiliki tanah, dan tidak pernah merasa memohon sertifikat, dan merasa tidak pernah menandatangani akte jual beli di hadapan Notaris Sri Rohani tahun 1992.

Dadang Teguh Rajardjo tahun 2008, mengirim surat kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, untuk membatalkan penerbitan sertifikat hak milik nomor 5941 dan 5942 seluas 91.000 meter persegi, tapi tidak ditanggapi.

Sertifikat hak milik nomor 5941 semula berasal dari sertifikat hak pakai nomor 684 atas nama Suparno Adijanto.

Hak pakai tersebut berasal dari beberapa sertifikat hak milik, di antaranya hak milik nomor 501 atas nama Haji Ali Lakana dan sertifikat hak pakai nomor 740 atas nama Eddy Angkasa.

Sertifikat hak pakai nomor 740 atas nama Eddy Angkasa, berasal dari beberapa sertifikat hak milik, di antaranya nomor 493 atas nama Syafii yang diklaim dibeli tahun 1975.

Berdasarkan fakta, pengakuan Haji Kasim, salah satu anak angkat Haji Ali Lakana, mengatakan, bahwa Haji Ali Lakana tidak pernah menjual tanah kepada Bumi Indah Raya (BIR).

Menurut Haji Kasim, bahwa Haji Ali Lakana, hanya pernah menjual tanah kepada Hasan Matan (sekarang dimiliki anaknya, Lili Santi) lewat seseorang bernama Kaprawi.

Herry Anwar, anak kandung Syafii, mengatakan, bahwa ayahnya, Syafii tidak pernah pernah menjual tanah kepada PT BIR yang kemudian menjadi sertifikat hak pakai nomor 493 pada tahun 1975.

Syafii, menurut Herry Anwar, tidak pernah memiliki sertifikat hak milik nomor 493.

Sebelum ayahnya meninggal dunia, Herry Anwar pernah membawa Haji Syafii menuju lokasi tanah, untuk mengurus penerbitan sertifikat hak milik. Lokasinya di depan Komando Daerah Militer (Koadam) XII/Tanjungpura.

Lokasi dimaksud sekarang dikenal dengan kawasan Jalan Mayor Alianjang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Haji Syafii, meninggal dunia tahun 2019.

Lokasi tanah Syafii, menurut Herry Anwar, berada di sebelah tanah milik Hasan Matan.

Jika mengacu kepada keterangan Herry Anwar, maka tanah milik Haji Ali Lakana, memang betul di depan Kodam XII/Tanjungpura, bukan di samping bundaran pusat perbelanjaan modern Transmart.

Karena letak Transmart dan depan Kodam XII/Tanjungpura, berjauhan, sekitar 500 meter ke arah Jalan Soekarno – Hatta (jalan menuju Bandar Udara Supadio, Kabupaten Kubu Raya).

Jalan Mayor Alianjang di Desa Sungai Raya, sebagai penghubung antara Jalan Adisucipto dan bundaran Jalan Soekarno – Hatta (jalan protokol menuju Bandar Udara Supadio, Kabupaten Kubu Raya).

Lokasi pusat perbelanjaan modern Transmart di kawasan bundaran perbatasan Jalan Mayor Aliajang dan Jalan Soekarno – Hatta.

Ada fakta lain lagi bukti kejahatan pertanahan dilakukan PT BIR, terhadap kepemilikan tanah di kawasan Transmart, Jalan Mayor Alianjang, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

Ini terungkap dalam surat Kepala Kantor Pertanahan Pertanahan Kabupaten Pontianak, Tri Santi Hudoyoo, kepada ahli waris H. Aziz bin H Aman, nomor 570-27.41.2.2006, tanggal 25 September 2006.

Tri Santi Hudoyo, menanggapi permohonan Hadi Soeyamto, kuasa hukum, ahli waris H Aziz bin H Aman, tentang permohonan penerbitan sertifikat hak milik di kawasan Transmart.

Dalam suratnya, Tri Santi Hudoyo, meminta ahli waris H Aziz bin H Aman, untuk mengajukan gugatan hukum terlebih dahulu di pengadilan, karena di atas obyek yang dimohon sudah diterbitkan sertifikat atas nama sejumlah orang.

Di antaranya, menurut Tri Santi Hudoyo, sertifikat hak milik nomor 5940 seluas 85.500 meter persegi, Gambar Situai 8683/1992 atas nama Ir Aki Setiawan alias Kho Qy Phiang, sertifikat hak milik nomor 5942 seluas 15.827 meter persegi, Gambar Situasi 8681/1992 atas nama Lugius Henyoto, dan hak milik nomor 5941 menjadi sertifikat hak guna bangunan nomor 538 seluas 18.639 meter persegi, Gambar Situasi 8680/1992 atas nama PT Duta Rendra Mulia (DRM).

PT Duta Rendra Mulia bantah

Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata PT DRM, mengklaim tidak pernah merasa mengajukan permohonan penerbitan sertikat dimaksud di kawasan Transmart, antara antara Jalan Soekarno – Hatta dan Jalan Mayor Alianjang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, nomor 538 seluas 18.639 meter persegi, Gambar Situasi 8680/1992.

Panglima Jambul, mengatakan, ada dua langkah mesti ditempuh ahli waris H Aziz bin H Aman.

Pertama, ahli waris H Aziz bin H Aman, harus membuat surat pengaduan tertulis kepada Satuan Tugas Mafia Tanah Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia di Jakarta.

Kedua, lanjut Panglima Jambul, ahli waris H Aziz bin H Aman, harus menuntut PT BIR harus membayar ganti rugi sesuai harga pasar terhadap lahan 91.000 meter persegi yang sebelumnya ada nama Dadang Teguh Rajardjo, agar tidak berdampak lebih jauh terhadap kerjasama kemitraan dengan pemilik Transmart.

Di sini, menurut Tobias Ranggie, PT BIR tidak bisa lepas dari jeratan hukum. PT BIR jangan bangga sempat lolos dari jeratan hukum, dengan mengantongi Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Badan Resersen dan Kriminal Polisi Republik Indonesia, 9 Mei 2019, atas laporan ahli waris H Aziz bin H Aman.

Aroma permainan oknum Polri berpihak kepada PT BIR, terungkap dalam SP2HP Bareskrim Polri, 9 Mei 2019, dimana disebutkan bukan bentuk tindak pidana, melainkan sebatas formalitas dalam rangkaian administrasi dan akte jual beli.

Terbitnya SP2HP Bareskrim Polri di Jakarta, 9 Mei 2019, karena awal pelaporan, belum masuk ranah tugas dan tanggungjawab Satuan Tugas Mafia Tanah. Karena dilaporkan akhir tahun 2018.

Satuan Tugas Mafia Tanah Bareskrim Polri sendiri baru dibentuk atas instruksi lisan Presiden Joko Widodo kepada Kepala Polisi Republik Indonesia, Kamis, 16 Februari 2021.

Satuan Tugas Mafia Tanah Bareskrim Polri, beranggotakan unsur dari Mahkamah Agung, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Kantor Staf Kepresidenan, dimana setiap periodik selalu melakukan evaluasi terhadap laporan dari masyarakat yang masuk.

“Sekarang, jika ahli waris H Aziz bin H Aman, melapor kembali dengan bukti pendukung baru kepada Satuan Tugas Mafia Tanah Bareskrim Polri di Jakarta, PT BIR dan oknum Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya, pasti masuk perangkap, karena tidak akan bisa lolos dari jeratan hukum,” kata Panglima Jambul.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News