Pemberhentian pegawai KPK yang gagal tes TWK jangan menjadi baper (bawa perasaan) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menunjukkan sikap benar.
Demikian dikatakan peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Ahmad Aron Hariri dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Kamis (16/9/2021). “56 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) TWK sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers pimpinan KPK merupakan keputusan tegas dan matang,” ungkapnya.
Kata Hariri, berdasarkan putusan MK dan MA bahwa TWK sah dan konstitusional, tidak ada merugikan, dan tidak melanggar hak asasi manusia, maka keputusan pemberhentian tersebut menjadi ketetapan yang harus dilakukan.
Sikap Presiden juga sejalan dengan menempatkan keduanya sebagai court of law and court of justice. Bahwa tindak lanjut hasil TWK merupakan kewenangan pemerintah, juga merujuk pada perangkat sistem peraturan perundang-undangan yang terkait penyelesaian masalah ini.
“Presiden menyampaikan hal ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Tidaklah perlu diskresi tertentu kalau perangkat dan aturannya tersedia, maka itulah yang harus dilaksanakan. Ini penghormatan yang tinggi pada proses hukum, pada mekanisme sistem, dan (sekali lagi) bukan atas desakan kemauan person,” ungkapnya.
Hariri mengatakan, keputusan ini patut didukung sebagai pilihan menjadi lebih baik dari sekedar baik. Kecintaan dan harapan bangsa Indonesia pada pemberantasan korupsi, tidak semata pada pelaksana sistem. Sebab setiap komisioner pasti berganti dan begitu jua pegawai yang kini ASN KPK.
“Pemberantasan korupsi adalah sistem atas cita-cita milik kita bersama agar Indonesia bebas dari korupsi. Bukan milik perorangan dan kelompok-kelompoknya saja. Serta pengawasan publik terhadap para pelaksana menjadi tuntutan besar bahwa KPK hari ini harus terus bekerja lebih progresif dan optimal,” pungkasnya.