Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Masih belum puas dengan ‘kudeta konstitusi’ yang dilakukan oleh MPR periode 1999-2004 terhadap UUD 1945.
Ada beberapa alasan kenapa disebut ‘kudeta konstitusi’ terhadap UUD 1945. Produknya adalah UUD 2002.
1. Kedaulatan rakyat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Telah ‘DIRAMPOK’ oleh kedaulatan partai (Pasal 1 ayat (2) UUD 2002), Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD;
2. Membuka opsi bolehnya Presiden dan Wakil Presiden dari non pribumi (Pasal 6 ayat (1) UUD 2002). Menurut Pasal 6 ayat (1) UUD 1945, Presiden Indonesia orang Indonesia asli;
3. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 oleh MPR. Sedangkan menurut Pasal 6A ayat (1) UUD 2002, yang mengatur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Bertentangan dengan sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan”.
4. Pasal 33 ayat 4-5 UUD 2002 bertentangan dengan Pasal 33 ayat 1-3 UUD 1945;
5. Putusan Perubahan UUD dipermudah. Menurut Pasal 37 ayat (2) UUD 1945, syarat perubahan UUD adalah 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir. Sedangkan menurut Pasal 37 ayat (4) UUD 2002, putusan perubahan UUD dipermudah menjadi 50% + 1 dari jumlah anggota MPR yang hadir.
Kini merebak kembali wacana amandemen kelima UUD 1945. Dalihnya, agar punya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Dulu, sebelum ‘kudeta konstitusi’ bernama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, PPHN tidak perlu diatur dengan mengamandemen UUD 1945. Cukup diatur dalam UU.
PPHN patut diduga hanya pintu masuk untuk perubahan Pasal 7 UUD 2002 tentang masa jabatan presiden. Sulit untuk percaya. Tidak ada hidden agenda. Sudah terlalu banyak kebohongan. Patut diduga tujuan amandemen kelima UUD 1945 menyimpan hidden agenda. Bukan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Kepentingan oligarki. Arahnya, cipta kondisi menuju Indo China Raya.
Ditengah-tengah krisis kepercayaan terhadap MPR, DPR, Presiden dan partai politik bisa memantik revolusi bila amandemen kelima UUD 1945 dipaksakan. Tanpa mau mendengar suara rakyat. Rakyat sebenarnya sudah muak dengan kondisi negara saat ini.
Suara-suara penolakan terhadap amandemen kelima UUD 1945 semakin bergaung kencang. Selentingan seruan people power mulai terdengar di sosial media.
Bandung, 25 Muharram 1443/3 September 2021