Baca Juga:
Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Publik patut curiga. Ada apa dibalik amandemen kelima UUD 1945?Penambahan 1 ayat pada Pasal 3 UUD 1945 tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) hanya pintu masuk amandemen Pasal 7 UUD 1945.
Amandemen kelima UUD 1945 tentang PPHN hampir tak ada gunanya. Hanya akal-akalan elit politik untuk melanggengkan kekuasaan oligarki. Alasannya:
Pertama, Berdasarkan UUD 2002 Pasal 1 ayat (2), MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat telah menjelma menjadi kedaulatan partai politik (Pasal 1 ayat (2) UUD 2002).
Kedua, MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara seperti dalam UUD 1945 Asli. MPR menurut UUD 2002 sama dengan Presiden, DPR, MA dan BPK sebagai lembaga tinggi negara. Presiden tidak lagi berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban kepada MPR. Sidang-sidang MPR hanya bersifat seremonial belaka, seperti; pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, dan pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus.
Ketiga, PPHN ditetapkan melalui Ketetapan MPR (TAP MPR). Tidak ada konsekuensi hukum bila Presiden melanggar PPHN karena kedudukan MPR sejajar dengan Presiden sebagai lembaga tinggi negara.
Keempat, Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat 1 UUD 2002). Berbeda halnya dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 Asli, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”. Dengan pemilihan langsung oleh rakyat, mekanisme pertanggungjawaban Presiden menjadi kabar kabur.
Dengan empat alasan tersebut. Patut diduga, PPHN sebagai pintu masuk amandemen kelima UUD 1945. Tujuan amandemen yang sebenarnya adalah perubahan masa jabatan presiden, Pasal 7 UUD 1945.
Ada beberapa kemungkinan skenario perubahan Pasal 7 UUD 1945 dengan menunggangi amandemen tentang PPHN, yaitu:
Pertama, Kembali ke Pasal 7 UUD 1945 Asli. Tidak ada periodisasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Sementara menurut Pasal 7 UUD 2002, periodisasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya dua periode. “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Kedua, Amandemen Pasal 7 UUD 2002 menjadi tiga periode.
Ketiga, Menambah satu ayat dalam Pasal 7 UUD 2002, yaitu memberikan kewenangan kepada MPR melalui TAP MPR tentang memperpanjang masa jabatan Presiden hingga 2027 dengan alasan Covid-19 atau alasan darurat lainnya.
Amandemen Pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan presiden menyimpan agenda besar. Diprediksi bakal lolos dengan mudah di MPR. Mayoritas suara MPR sudah berada digerbong kekuasaan oligarki.
Satu-satunya harapan. Rakyat. Hanya rakyat yang bisa menggagalkan skenario besar amandemen kelima UUD 1945. Akankah rakyat diam atau bangkit melawan? Tidak menutup kemungkinan bila amandemen UUD 1945 lolos, khususnya tentang masa jabatan presiden. Indonesia bakal tinggal nama.
Bandung, 24 Muharram 1443/2 September 2021