Kinerja aparat kepolisian sangat mengecewakan dengan menangkap Ustadz Yahya Waloni tetapi membiarkan gerombolan penista agama Denny Siregar tidak diproses hukum.
“Kami kecewa dengan kinerja Polri yang begitu sigap menangkap Ustadz Yahya Waloni. Sementara, hingga saat ini gerombolan penista Agama seperti Deni Siregar, Ade Armando, Abu Janda, Sukmawati dkk, masih melenggang bebas dan terus memproduksi ujaran kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan),” kata Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana kepada www.suaranasional.com, Kamis (27/8/2021).
TPUA menjelaskan, segala aktivitas dakwah Islam, termasuk tetapi tidak terbatas seperti menyampaikan ajaran Islam, menjelaskan kedudukan agama-agama di luar Islam, menegaskan otentisitas al Qur’an dan menegasikan kitab suci selain al Qur’an, termasuk menjelaskan kelemahan kitab suci selain al Qur’an adalah bagian dari aktivitas ibadah yang dijamin oleh konstitusi.
Diskursus mengenai otentisitas Bible, menjelaskan bahwa Bible berbeda dengan al Qur’an, termasuk adanya kepalsuan di dalamnya, selain merupakan hak konstitusional yang dijamin negara, juga merupakan bidang kepakaran Ustadz Yahya Waloni.
“Semestinya, jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dapat menempuh jalur intelektual dengan diskusi dan/atau debat ilmiah. Bukan main lapor polisi dan langsung ditindaklanjuti dengan penangkapan,” paparnya.
Jika kasus ini diteruskan, TPUA khawatir bangsa Indonesia akan terbelah karena memicu perselisihan antara agama secara terbuka dan meluas. Akan ada perdebatan kolosal yang akan mengadu antara al Qur’an dan Bibel/Injil, mana yang merupakan Kalamullah, mana yang lebih terjamin otentisitasnya, dan mana yang akan menyelamatkan pemeluknya.
Padahal secara logika hukum kedudukan al Qur’an adalah kitab yang turun sesudah Injil, dengan demikian kitab suci Al Qur’an berlaku sebagai penyempurna sekaligus penghapus keberlauan Injil.
“Dalam hukum dikenal asas Lex posterior derogat legi priori yakni bahwa hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior). Al Qur’an adalah Lex Posterior sedangkan Injil adalah Lex Prior,” jelasnya.
TPUA mengatakan, proses hukum terhadap Ustadz Yahya Waloni justru akan memantik keterbelahan anak bangsa dan Polri bertanggung jawab penuh atas hal ini.
“Mengingat, kasus ini sebenarnya tidak perlu diselesaikan secara pidana melainkan merupakan ranah intelektual dan akademis yang bisa ditempuh dengan jalan diskusi dan adu argumentasi,” pungkasnya.