Ketua Mejelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo yang mewacanakan amandemen UUD 45 memunculkan kegaduhan dan dicurigai untuk mempanjang jabatan presiden dengan alasan kondisi Covid-19.
“Pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo terkait amandemen UUD 45 secara terbatas membuat gaduh, publik mencurigai ada agenda tersembunyi,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada wartawan, Jumat (20/8/2021).
Amir juga mengkritik dasar hukum MPR melakukan amandemen UUD 45. Dalam Pasal 3 UUD 45 ayat 1 berbunyi Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar. “Yang menjadi pertanyaan, UUD 45 hasil amandemen 2002 sudah ditetapkan apa belum? tidak ada ketetapan MPR nya. Tidak ada lembaran negara, negara kita kacau, UUD 45 hasil amandemen 2002 belum ditetapkan MPR,” paparnya.
Ia mengatakan, untuk mengamandemen UUD melalui prosedur sesuai Pasal 37 ayat 1 berbunyi: Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. “Sekarang ini usul dari Ketua MPR sudah disetujui 1/3 dari anggota atau belum,” kata Amir.
Pasal 37 ayat 2: Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. “Pihak MPR sampai sekarang belum mengajukan tertulis dan alasan perubahan,” ungkapnya.
Sedangkan Pasal 37 ayat 3: Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. “Yang hadir tidak boleh menggunakan zoom atau virtual,” jelasnya.
MPR harusnya menggunakan hasil perubahan kelima UUD 1945 yang dibentuk Komisi Konstitusi pada 2002 lalu untuk membuat draf perubahan kelima.
Menurutnya, banyak hal yang jauh lebih baik daripada perubahan keempat. jika itu yang dibahas, lanjut Amir mungkin publik akanjauh menerima karena memang niatnya jauh lebih baik.
“Dibahas ya, MPR setuju atau tidak setuju saja. Jangan dibahas untuk kemudian mengembangkan kepada tujuan-tujuan yang ingin mereka lakukan secara politik,” tegasnya.