Latihan perang bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan militer China sulit dilakukan karena negeri Tirai Bambu itu tidak sesuai dengan sistem senjata sosial dan teknologi militer Indonesia.
“Ada pengamat yang meminta Indonesia melakukan latihan bersama dengan China, tapi itu sulit dilakukan. Sebuah kerja sama militer bisa dilakukan berdasarkan sistem senjata teknologi dan senjata sosial. Sistem senjata teknologi Indonesia kebanyakan dari Amerika Serikat (AS) dan senjata sosial kita yang terdiri agama, sosial, ideologi sangat berbeda dengan China,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada www.suaranasional.com, Selasa (10/8/2021).
Amir khawatir, jika militer Indonesia melakukan latihan perang bersama dengan China mengakibatkan peralatan perang TNI diembargo AS. “Kebanyakan militer TNI dari AS sedangkan Negera Paman Sam itu sedang berkonflik dengan China terkait masalah Laut China Selatan,” paparnya.
Latihan perang bersama ini meningkatkan profesionalisme TNI AD, dan menunjukkan Indonesia tidak bawah kendali China. “Walaupun secara ekonomi, Indonesia di bawah kendali China, tapi kekuatan militer Indonesia tidak di bawah negara Tirai Bambu,” jelas Amir.
Menurut Amir, latihan bersama TNI AD-US Army sudah lama dilakukan dan AS memberikan keuntungan dalam politik global bagi Indonesia. “Dalam kasus perebutan Irian Barat, AS menekan Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke Indonesia. Kasus
Ia melihat, latihan bersamaa TNI AD-US Army bisa dilihat dari geopolitik, geostrategi dan geomiliter dalam situasi Laut China Selatan. “Belum lagi ada latihan perang bersama Angkatan Laut Singapura dengan Angkatan Laut Inggris. Walaupun PM Singapura mengatakan, latihan perang ini tidak terkait konflik dengan China dan bisa dipahami ini bagian pernyataan diplomasi,” ungkapnya.