Pengamat Intelijen: Ada Dugaan BIN Terlibat Kasus HRS

Tak Berkategori

Ada dugaan Badan Intelijen Negara (BIN) terlibat dalam kasus yang menimpa Habib Rizieq Shihab (HRS).

“Sementara dalam operasinya, BIN menerapkan aksi-aksi teror untuk mengamankan kekuasaan. Contoh yang paling telanjang dan terbuka adalah kasus Habib Rizieq Shihab (HRS),” kata pengamat intelijen John Mempi dalam artikel berjudul “Bobrok & Kacaunya Intelijen Negara Era Revolusi Mental”

John Mempi mengatakan, HRS yang dahulu merupakan produk intelijen di eranya Orde Baru, saat reformasi menjadi musuh utama dan terutama BIN. HRS yang selalu berbicara persoalan keselamatan negara.

“Namun BIN berbicara persoalan keselamatan dari Kepala Negara tetap bertahan di singgasana kekuasaan. Sudah pasti tidak nyambung frekuensinya. Bedanya antara bumi dengan langit,” jelasnya

Selain itu, ia mengatakan, para agen muda BIN yang saat masuk pertamakali ke dalam BIN dengan idealisme tinggi, tetapi setelah di dalam dirusak moral dan mentalnya oleh atasannya sendiri, Misalnya, dengan melakukan operasi-operasi yang hanya untuk kepentingan pribadi petinggi dan Kepala BIN.

“Sementara di kalangan perwira, baik TNI maupun Polri, BIN dijadikan sebagai tempat untuk menaikan pangkat orang-orang yang tidak berprestasi,” jelasnya.

Kata John Mempi, kasus yang paling memalukan dan menyedihkan adalah Kapala Binda Papua yang ditembak mati oleh gerombolan bersenjata. Ketika Papua terdapat suatu kelompok bersenjata, maka daerah tersebut merupakan daerah operasi militer, sehingga intelijen yang beroperasi adalah combat intelligence (BAIS). Bukan BIN, karena tidak sepantasnya seorang yang berpangkat Brigjen dengan kualifikasi pasukan Gultor Kopassus harus ikut patroli di daerah perang gerilya.

“Cukup hanya setingkat Komandan Peleton (Danton) saja. Akhirnya TNI harus menanggung malu, dan membayar mahal akibat kesalahan kebijakan pemerintah yang menurunkan derajat kewaspadaan, dengan menganggap masalah di Papua adalah masalah teroris semata. Hal ini tidak terlepas dari masalah konstitusi yang melahirkan arogansi,” paparnya.

Bantahan BIN
BIN membantah terkait penangkapan tiga anggota FPI. BIN menyebut berita yang beredar belakangan ini adalah hoax atau berita bohong.

“Tidak ada nama anggota BIN sebagaimana dilansir tertangkap oleh FPI. Mereka semua yang disebutkan oleh FPI jelas-jelas bukan anggota BIN, alias anggota BIN gadungan,” kata Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto di Jakarta, Ahad (20/12/2020).

Ia menyebut BIN sama sekali tidak melakukan operasi yang bernama Delima sebagaimana diberitakan. BIN merasa tidak perlu membuntuti pimpinan FPI karena bisa ketemu langsung dengan pimpinan ormas tersebut.

Dia menyebut kartu anggota yang digunakan ketiga orang yang mengaku anggota BIN adalah palsu. Kartu anggota yang mereka miliki bukan seperti yang dimiliki BIN asli.

“Banyak orang mengaku anggota BIN di berbagai wilayah di Indonesia. Banyak juga yang dijatuhi hukuman di pengadilan. Apalagi membawa kartu identitas, hal ini tidak mungkin dilakukan dalam operasi intelijen. Apalagi disebut ada Deputi 22, tidak ada Deputi 22 itu di BIN,” jelas Wawan.

Dia menyebut di BIN, tidak ada surat perintah (sprint) tertulis operasi apa pun. Sehingga kalau ada surat perintah berisi nama dan sandi operasi secara tertulis, apapun itu namanya, semua tidak benar. Sebab di BIN, tidak lazim ada tugas operasi dibuat sprint.

“Jika ada orang yang mengaku-aku dari BIN, silakan dilaporkan kepada yang berwajib. Biar jelas dan tuntas secara hukum dan tidak digoreng di panggung opini publik,” tutup Wawan.