Guru Besar ITS: Ada Upaya Sesat Ubah Corona China bukan Flu Sehingga Jadi Semacam Teror Biologis

Tak Berkategori

Saat ini ada upaya menyesatkan mengubah Corona China bukan flu sehingga semacam menjadi teror biologis.

“Corona China sebagai flu adalah self-limiting disease. Ada upaya sesat mengubah Corona China sebagai bukan flu sehingga menjadi semacam teror biologis,” kata Guru Besar ITS Prof Daniel Mohammad Rosyid dalam artikel berjudul “Flu Corona Wuhan China: Vaksinasi Massal Paksa.”

Kata Daniel, flu itu tidak ada obatnya; apalagi vaksin. Perangkat paling ampuh melawan flu adalah imunitas tubuh baik yang bawaan ataupun yang diperoleh melalui gaya hidup sehat manusia sebagai makhluk multi-dimensi, bukan sekedar makhluk biokimia semacam binatang.

Anak muda yang sehat yang terpapar glu Covid-19 akan mengalami gejala flu biasa yang akan sembuh dengan sendirinya.

Ia mengatakan, flu Corona China memang bisa mematikan jika menyerang manusia dengan penyakit tak menular bawaan (comorbid) seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, atau kanker. Apalagi lansia dengan comorbid tersebut.

“Jika ditangani dengan benar, angka kesembuhan Corona China sangat tinggi. Tidak mengherankan karena Corona China memang sesungguhnya hanya flu. Apapun varian dan mutasinya, Corona China tetap hanya flu,” jelasnya.

Ia mengatakan, vaksin-vaksin yang beredar saat ini hanya memperoleh otorisasi darurat. Efikasinya tidak meyakinkan. Keluhan ikutan pasca imunisasi cukup banyak, sebagian malah mematikan.

Kedaruratan ini highly debatable dan berpotensi maladministrasi publik. Kedaruratan justru diakibatkan oleh pandemisasi flu Corona China oleh WHO, serta hampir semua protokol “kesehatan” nya, terutama pembatasan mobilitas lokal.

Menurut Daniel, semburan narasi bahwa penularan melalui kerumunan telah mengantar pada protokol 3M (menutup mulut dan hidung dengan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak).

“Padahal tertular flu bagi warga muda yang sehat malah lebih baik daripada vaksinasi dengan hasil imunitas yang masih meragukan. Natural herd immunity melawan flu lebih murah daripada vaksinasi dan tanpa menghancurkan ekonomi,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, isolasi baik di rumah ataupun di rumah sakit membuat sumber-sumber imunitas manusia sebagai makhluk multi-dimensi justru tergerus habis. Padahal imunitas dibangun sebagian besar justru melalui keakraban interaksi manusiawi, aktifitas fisik dan mental di ruang terbuka di bawah matahari.

“Mobilitas lokal, apalagi metabolik (berjalan dan bersepeda), seharusnya justru dipromosikan pada saat karantina wilayah diterapkan. Ekonomi lokal bisa tetap berputar. Kedaruratan yang menjadi alasan pemaksaan vaksinasi massal adalah hasil kebijakan yang keliru atau bahkan maladministrasi publik: kebijakan bukan untuk melayani publik, tapi melayani pihak tertentu seperti industri farmasi,” pungkasnya.