Aparat Polisi yang membunuh enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) membawa surat tugas.
Demikian dikatakan eks anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Djoko Edhi Abdurrahman di akun Twitter-nya @djoked2. “Itu menunjukkan perencanaan pembunuhan HRS yang selamat karena enam anak buahnya menghadang polisi,” ungkap Djoko Edhi.
Keterlibatan anggota polisi dalam pembunuhan enam Laskar FPI, kata Djoko diumumkan sendiri Kapolda Metro Jaya Fadil Imran. “Lalu baru beberapa jam setelah itu, Polda Metro siaran pers, menyatakan mereka telah bunuh enam Laskar FPI, lengkap dengan mayat,” jelasnya.
Kata Djoko, berdasarkan KUHP Pasal 340, pembunuhan berencana ancamannya hukuman mati. Kalau pembunuhan berencana ada aktor intelektualnya. “Kapolda Metro dan Pangdam Jaya diduga berada di dalam mobil land cruiser. Menjadi objek UU no 26, karena menyangkut Polri dan TNI,” kata Djoko.
Untuk mengusut kasus pembunuhan enam Laskar FPI, kata Djoko menggunakan UU No 26/2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia sehingga pengusutan lebih mudah karena dilakukan secara TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta). “Tidak ada ewuh pakewuh. Tapi jika dilakukam dengan KUHP, repot. Seperti mengusut koneksitas,” jelasnya.
“Untuk membalik masalah, sempat Bareskrim mentersangkakan korban. Jadi korban adalah kriminal yang tembak menembak dengan polisi, lalu terbunuh. Setelah dikritik publik, acara mentersangkakan korban dibatalkan sendiri oleh Bareskrim. Mentersangkakan korban tewas, tak ada dalam KUHAP,” ungkapnya.