Pemerintah Indonesia harus meninjau ulang melakukan kerja sama dengan China karena produksi barang dari negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki kualitas.
“Belum tentu barang China yang murah-meriah memberikan jaminan keselamatan. Seharusnya ini menjadi pertimbangan bagi para pengambil kebijakan demi kemaslahatan bangsa dan negara,” kata politikus Partai Ummat Buni Yani di akun Twitter-nya @BuniYani.
Kata Buni, berbagai gedung pencakar langit di kota-kota besar China tidak memiliki standar ideal. “Di tengah laju pertumbuhan ekonomi China, pencakar langit tumbuh di kota-kota besar China. Namun ini bukan tanpa masalah. Karena image yang terbentuk adalah bangunan-bangunan ini tidak aman karena dibuat dengan seadanya, bukan standar ideal semestinya,” paparnya.
Ia mencontohkan SEG Building di Shenzhen yang tiba-tiba bergoyang dan mengalami goncangan. Gedung 71 tingkat dengan tinggi 356 meter ini kontan dikosongkan dan penyewanya dievakuasi. Pemerintah komunis China menyembunyikan penyebab gedung bermasalah.
Produksi dari China murah, kata Buni Yani karena negeri Tirai Bambu menyasar ceruk pasar ini. China tak akan memproduksi barang denga kualitas bagus karena akan menaikkan harga barang yang membuatnya tak akan kompetitif.
“Budaya China sejak Revolusi Kebudayaan-lah yang menyebabkan barang China menjadi berkualitas rendah. Budaya China di bawah Komunisme sudah tidak mengenal moral, mereka hanya mengejar uang (materi),” jelasnya.
Menurut mahasiswa program doktor Universitas Leiden Belanda ini, Revolusi Kebudayaan telah membuat budaya Cina berubah total. Agama Budha, Konfusius dihilangkan. Orang China tak lagi percaya pada moral dan Tuhan. Yang dipikirkan bagaimana mendapat uang dengan cepat.
“Karena sudah tidak percaya pada moral dan Tuhan, dan yang dikejar hanya uang, maka tidak ada keterikatan emosional dan moral dalam bekerja dan memproduksi barang. Dari sinilah munculnya produksi barang dengan kualitas rendah. Mereka tidak percaya ada Tuhan yang mengawasi,” pungkasnya.