Tatkala Zona Nyaman yang Tak Nyaman lagi

Tak Berkategori

Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)

Ketika kampus memberikan sebuah gelar kehormatan kepada seseorang tentunya sudah tak asing lagi, tapi yang agak aneh dan menjadi pembicaraan hangat ketika dari kampus pula pemberian gelar oleh mahasiswa kepada seseorang.

Jika mau kita telisik, sebenarnya yang menjadi persoalan bukan hanya masalah gelar “King of Lip Service” kepada seseorang, namun yang perlu kita telisik lebih dalam lagi adalah kenapa mahasiswa kini sudah mulai berani lagi bersuara.

Dari sinilah kita layak timbul sebuah pertanyaan, adakah kini perasaan mahasiswa sudah mulai tak nyaman lagi berada di zona nyaman? Jika boleh dikatakan, zona nyaman ini sudah berlangsung tidak kurang dari dua dasa warsa sejak “pergerakan terakhir” mahasiswa tahun 1998 mengakhiri masa orde baru.

Dikatakan “pergerakan terakhir”, karena sejak runtuhnya orde baru 1998 hingga setelahnya, pergerakan mahasiswa seolah-olah tiarap atau ditiarapkan, tidur atau ditidurkan di zona nyaman. Di zona nyaman ini banyak orang menilai bahwa mahasiswa seolah hanya berkutat dengan mata kuliah yang dihadapi hingga target bisa lulus tepat waktu. Mereka seolah-olah tak peka lagi terhadap kondisi yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dugaan mahasiswa enjoy di zona nyaman tersebut ternyata tidaklah semuanya benar, karena faktanya kini mahasiswa masih memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Pemberian gelar “King of Lip Service” kepada seseorang ini tentunya sudah melalui kajian yang mendalam, bukan asal Omdo (Omong Doang).

Sebenarnya persoalannya bukan pada pemberian gelarnya, tapi soal keberanian mahasiswa bangkit dari tiarap atau ditiarapkan di zona nyaman. Diakui atau tidak, keberanian untuk bangkit dari zona nyaman tentu tidaklah mudah karena penuh risiko yang harus dihadapi.

Oleh karenanya, layaklah kita apresiasi atas tekad dan keberanian mahasiswa untuk keluar dari zona nyaman yang sudah tak nyaman lagi, untuk bangkit ikut memikirkan kondisi bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan status dan kedudukannya. Pembungkaman suara mahasiswa dari kampus tidaklah layak dilakukan, karena mereka adalah generasi muda masa depan yang diharapkan menjadi generasi pengganti dari generasi yang sudah “bau tanah” yang sudah harus tahu diri.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News