Calon presiden (capres) dari etnis non Jawa sulit jadi pemenang di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Selama perilaku pemilih Indonesia masih dominan emosional, maka peluang calon dari etnis non Jawa terpilih akan sangat kecil. Indonesia akan tetap dipimpin dari etnis Jawa,” kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Ahad (20/6/2021).
Kata Jamiluddin, dominannya pemimpin dari etnis Jawa secara umum bisa dijelaskan dari dua hal. Pertama, penduduk Indonesia dominan etnis Jawa. Karena itu, antara pemilih dengan yang dipilih ada kesamaan dilihat dari etnisnya.
Dalam model komunikasi konvergensi, kesamaan itu akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif. Konvergensi inilah yang membuat pemilih akan cenderung memilih calonnya dari etnis yang sama.
“Dua, perilaku pemilih di Indonesia masih dominan pemilih emosional. Pemilih seperti ini memiliki hubungan emosional sangat kuat dengan identitas yang membentuk dirinya sejak lahir. Identitas itu bisa terbentuk dalam paham ideologis, agama, dan budaya,” ungkapnya.
Ia mengaatakan, peluang Indonesia dipimpin oleh etnis non Jawa akan terbuka kalau perilaku pemilih Indonesia berubah dari emosional ke rasional. Pemilih rasional akan memilih atas pertimbangan siapa calon yang paling menguntungkan baginya. Pemilih seperti ini akan melihat program yang ditawarkan si calon menguntungkan baginya atau tidak. Kelompok pemilih ini tidak mempertimbangkan ideologis, agama, dan etnis calon presidennya.
“Kalau Indonesia sudah didominasi pemilih rasional, barulah sosok seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Zulkieflimansyah berpeluang memenangkan Pilpres di Indonesia,” paparnya.