Oleh: KH Luthfi Bashori
Saya bukanlah termasuk orang yang sering berjumpa dan bergaul akrab dengan Alm. Kyai Nawawi Abdul Jalil, pengasuh pesantren Sidogiri, walaupun sudah puluhan kali saya diminta mengisi pengajian di pesantren tertua di Pasuruan tersebut.
Bahkan saya pernah secara rutin seminggu sekali mengisi di pesantren Sidogiri selama kurang lebih 3 tahun, lantas saya ijin mengundurkan diri, karena semakin seringnya saya pergi pengajian ke luar kota.
Hingga akhirnya pada even-even tertentu saja saya masih sering diminta datang ke pesantren Sidogiri, seperti saat ada pembekalan Aswaja bagi para guru yang akan praktek bertugas dan terjun ke tengah masyarakat.
Namun saya juga pernah beberapa kali berjumpa langsung dengan Alm. Kyai Nawawi, dan diajak berbincang serta diskusi bertema keumatan.
Bahkan saya pernah diajak naik mobil pribadi Alm. Kyai Nawawi, saat itu kami pergi dari Sidogiri ke kantor PWNU Jawa Timur, terkait kasus pelecehan agama yang dilakukan oleh salah satu pabrik sandal.
Dimana pabrik yang berlokasi di Sidoarjo tersebut, telah datang dan minta maaf kepada PWNU Jatim, karena meletakkan gambar lafadz Allah di bagian bawah sandal, hingga menyebabkan umat Islam marah dan bergejolak.
Kami datang ke Kantor PWNU bersama beberapa ulama, termasuk Alm. KH. Ahmad Subadar dan Hb. Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf, Pasuruan untuk menanyakan sikap PWNU terkait masalah pelecehan agama ini.
https://www.malangtimes.com/…/kh-luthfi-basori-laporkan…
Saya juga beberapa kali sowan ke rumah Alm. Kyai Nawawi dalam kaitannya dengan urusan dakwah islamiyah di tengah masyarakat. Bahkan Alhamdulillah, saya sempat menghadirkan beliau dalam beberapa acara yang saya kemas bersama beberapa kawan seperti kegiatan ‘Silaturrahim Para Ulama’.
Dalam berberapa kali perjumpaan dengan Almarhum, saya mendapati kesan bahwa Kyai Nawawi itu termasuk ulama yang sabar, tidak terlalu banyak bicara, kecuali yang penting-penting saja, atau yang disampaikan itu to the point.
Sesekali beliau mengambil kitab untuk menunjang argumentasi yang beliau sampaikan kepada saya, saat berdiskusi di rumah beliau.
Suatu saat saya bersama Alm. Hb. Abdurrahman Bahlega (Assegaf) Pasuruan, sowan dan minta tanda tangan kepada Alm. Kyai Nawawi, setelah beliau baca draft tulisan pernyataan yang saya tulis, lantas saya diminta menjelaskan tujuan utama dan akan disampaikan kepada pihak mana saja.
Setelah beliau memahami visi dan misi kami, maka beliau membubuhkan tanda tangan disertai dengan stempel pesantren, tentunya untuk beberapa surat yang beliau setujui.
Alm. Kyai Nawawi pernah menyatakan, bahwa beliau mendukung gerakan saya, karena seringnya saya sampaikan data valid dan fakta di lapangan kepada beliau secara langsung, jadi bukan karena sekedar asumsi yang saya bangun di hadapan beliau.
Semangat beliau dalam mempertahankan aqidah Aswaja sesuai dengan ajaran para pendiri NU, yang non Liberal, non Syi’ah Takfiri dan tentunya non Wahhabi Takfiri sangat kentara dan jelas, hal itu sesuai yang saya dengar secara langsung, dalam setiap diskusi yang beliau utarakan kepada saya.
اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
“Ya Allah.. Ampunilah almarhum (Kyai Nawawi Abdul Jalil), berilah beliau rahmat-Mu, kesejahteraan, serta maafkanlah kesalahan beliau.”