Rezim Joko Widodo (Jokowi) menyusahkan rakyat adanya peraturan kebutuhan bahan pokok atau sembako dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Demikian dikatakan pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Rabu (9/6/2021). “PPN untuk sembako menunjukkan keuangan negara dalam keadaan kosong dan rakyat yang harus menanggung dengan adanya pajak sembako,” paparnya.
Kata Muslim, para pedagang akan melakukan protes adanya pajak sembako karena berakibat menurunnya daya beli masyarakat. “Pemerintah membuat kebijakan tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Rezim yang berfikir ada pemasukan pajak,” kata Muslim.
Muslim mengatakan, Rezim Jokowi merasa berkuasa dengan didukung DPR, TNI/Polri maupun lembaga lainnya sehingga bisa seenaknya membuat peraturan yang menyusahkan rakyat. “Kekuasaan itu ada batasnya. Mungkin saat ini berkuasa, tidak menutup kemungkinan dalam beberapa bulan ke depan tumbang,” paparnya.
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok atau sembako. Pengenaan PPN sembako tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.