Jubir Era Presiden Gus Dur Minta Audit Independen Dana Haji

Tak Berkategori

Perlu tim audit independen untuk mengaudit dana haji yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

“Isu soal dana haji hanya bisa dibantah dengan Laporan Keuangan Pengelolaan Dana Haji yg dibuat akuntan publik indpenden,” kata Juru Bicara Era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Adhie Massardi di akun Twitter-nya @AdhieMassardi.

Adhie menyarankan asosiasi akun publik muslim untuk mengaudit dana haji. “Akan lebih afdol lagi jika ada Asosiasi Akuntan Publik Muslim yg anggotanya jadi akuntan yg periksa dana haji dan dana2 ummat lainnya,” ungkapnya.

Dana haji yang tercatat oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) per Mei sudah mencapai Rp135 triliun. Namun, persoalannya, dari dana tersebut apa saja manfaat yang diperoleh oleh calon jamaah haji sebagai pemilik uang? Bahkan perhitungan besaran Bipih yang dikenakan kepada calon jamaah haji sebesar sebesar Rp35,23 juta disebut tidak berdasarkan perhitungan dan formulasi tertentu atau tidak realistis dan tidak mencerminkan asas keadilan.

Penilaian tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap kinerja atas efektivitas perencanaan dan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Indonesia tahun 1440H/2019 M di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur.

Menurut auditor, penetapan alokasi nilai manfaat untuk jemaah tunggu belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan dan transparansi serta kurang menjamin keberlanjutan penyediaan BPIH. Diantaranya pemerintah belum menetapkan alokasi pembagian virtual account (nomor rekening sebagai identitas jamaah haji) yang progresif dan besaran persentasenya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Akibatnya, nilai manfaat yang dibagikan kepada jemaah haji tunggu tidak optimal dan tidak mencerminkan asas keadilan bagi jemaah haji tunggu.

Kemudian, pemerintah belum memprioritaskan penggunaan nilai manfaat untuk virtual account yang menjamin keberlanjutan penyediaan BPIH sehingga berisiko mengganggu likuiditas (kemampauan membayar) dan keberlangsungan pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang. Begitu pula dengan biaya haji, menurut BPK, pemerintah dan BPKH belum transparan dalam menyediakan informasi atas total biaya penyelenggaraan ibadah haji per jamaah dan sumber pembiayaannya.

“Akibatnya, publik kurang memperoleh informasi yang memadai mengenai pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji yang sebenarnya,” tulis auditor BPK dalam laporannya yang dirilis pada Maret 2020.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News