Peluang PDIP dan Gerindra untuk berkoalisi pada pilpres 2024 masih sangat terbuka. Kemungkinan itu juga datang dari Hasto yang menyatakan PDIP nyaman berkoalisi dengan Gerindra, PKB, PAN, dan PPP. Hasto hanya menegaskan, PDIP tidak bisa berkoalisi dengan Partai Demokrat dan PKS yang berbeda ideologi.
Demikian dikatakan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Sabtu (29/5/2021). “Peluang memasangkan Prabowo-Puan atau kader lain dari dua partai tersebut tampaknya masih terbuka. Masalahnya tinggal siapa yang akan jadi capres dan cawapres?” ungkapnya.
Kalau dilihat dari logika politik, seharusnya capresnya PDIP dan cawapresnya dari Gerindra. Logika itu didasari dari perolehan suara pada pileg 2019, dimana PDIP memperoleh suara paling banyak.
“Selain itu, Hasto juga sudah memberi sinyap bahwa PDIP akan mengusung capres, bukan cawapres. Sinyal ini jelas, peluang calon PDIP menjadi cawapres menjadi kecil,” paparnya.
Di lain pihak, kata Jamiluddin, Prabowo dengan elektabilitas yang sangat moncer tentu sulit baginya untuk diusung sebagai cawapres. Apalagi kalau dipasangkan dengan capresnya Puan Maharani yang elektabilitasnya saat ini sangat rendah.
“Kalau Prabowo yang diusung Gerindra sebagai capres dan PDIP juga menghendaki posisi yang sama, maka sulit bagi kedua partai untuk berkoalisi. Kedua partai akan berpisah dan mencari partai lain untuk berkoalisi.
Hanya saja masih ada sebersit harapan duet Prabowo-Puan maju pada pilpres 2024 mengingat ada kedekatan hubungan Mega dengan Prabowo. Sejak Prabowo masuk Kabinet Jokowi, hubungan Mega-Prabowo memang semakin hangat.
“Mega juga tampaknya berkeinginan agar trah Soekarno mengisi posisi kepemimpinan nasional pada tahun 2024. Sebab, kalau pada tahun 2024 tidak menjadi presiden atau wakil presiden, maka trah Soekarno akan kehilangan momentum,” jelas Jamiluddin.