Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempunyai dua pilihan terkait pernyataan tentang babi panggang (bipang) Ambawang yaitu meminta maaf atau penjara lima tahun.
Demikian dikatakan pakar hukum M Rizal Fadillah dalam artikel berjudul “Soal Bipang Pilihan Presiden Tinggal Minta Maaf Atau Pidana.”
Kata Rizal, Jokowi meminta maaf serius atas salah ucap, salah baca, atau salah skenario pidato penegasan larangan mudik dengan rindu kuliner memasukkan Babi Panggang Ambawang menjadi menu oleh-oleh atau makanan Iedul Fitri. Meminta maaf adalah budaya politik luhur atas pengakuan kesalahan.
Jika Jokowi diam saja, menurut Rizal artinya membenarkan maksud promosi Babi Panggang Ambawang untuk kuliner menu mudik Iedul Fitri. Ini sudah masuk area penistaan atau penodaan agama.
“Jangankan sengaja, bermain-main seperti Arswendo Atmowiloto soal Nabi Muhammad SAW saja kena Pasal 156 a KUHP. Demikian juga “salah ucap” Ahok soal Qur’an Al Maidah mendapat sanksi pidana. Presiden Jokowi sangat mungkin secara hukum dipidana dengan ancaman sebagaimana Pasal 156a KUHP yaitu 5 tahun penjara,” ungkapnya.
Menurut Rizal, dua pilihan tersebut tentu semestinya Presiden Jokowi mengambil pilihan yang pertama, meskipun semua tahu bahwa permintaan maaf tidak menghapus ancaman delik perbuatan pidananya. Asumsinya adalah bahwa umat Islam sedang dan masih melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan sehingga umat lapang dada untuk dapat memaafkan.
“Bila bandel, apa boleh buat tekanan politik umat Islam bukan mustahil akan terus mempermasalahkan penodaan agama ini. Artinya proses hukum akan ditempuh dan ini tentu sangat merugikan Presiden Jokowi sendiri yang dipastikan akan menambah predikat “melakukan perbuatan tercela” yang menurut UUD 1945 dapat menjadi dasar untuk mundur atau dimundurkan,” jelasnya.