Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto berpendapat Pemerintah tidak dapat membubarkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui peleburan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mulyanto mrnyebutkan LAPAN bukan sekedar lembaga litbang, tetapi lembaga yang melaksanakan urusan Pemerintahan dalam Penyelenggaraan Keantariksaan, yang keberadaannya sangat dibutuhkan Negara.
“Pemerintah jangan mengambil langkah-langkah yang gegabah dengan rencana pembubaran lembaga ini, agar pembangunan keantariksaan kita tidak semakin mundur,” kata Mulyanto.
Mulyanto menambahkan yang perlu dilakukan Pemerintah saat ini justru memikirkan bagaimana mengembangkan LAPAN agar semakin maju dan memberikan kontribusi besar dan nyata bagi pembangunan keantariksaan. Pemerintah perlu mencarikan terobosan agar LAPAN dapat berperan dalam pembangunan bidang-bidang lainnya. Bukan malah membubarkan lembaga ini.
Mulyanto menegaskan selama ini kinerja LAPAN cukup baik. Terbukti di masyarakat, salah satunya, tercipta rasa aman terkait dengan dampak negatif jatuhnya benda-benda antariksa baik, alami maupun buatan, baik yang dilaksanakan secara domestik maupun internasional, yang semakin hari semakin meningkat.
“Apalagi kita sebagai Negara yang berada di lintasan garis Khatulistiwa, yang aktivitas antariksanya sangat padat,” jelas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Sesuai dengan amanat UU No.21/2013 tentang Keantariksaan, penyelenggaraan urusan Keantariksaan tersebut penting dilakukan dalam rangka mewujudkan Keselamatan dan Keamanan serta melindungi negara dari dampak negatif yang ditimbulkan dari penyelenggaraan keantariksaan.
Di samping, bahwa penyelenggaraan Keantariksaan menjadi komponen pendukung pertahanan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Indonesia telah meratifikasi Traktat Antariksa pada tahun 1967 melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 dan tiga perjanjian internasional turunannya. Karena itu kita berkewajiban melaksanakan ketentuan tersebut dalam wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional.
Tanpa keberadaan Lembaga ini, maka kita sulit untuk mengatur, mengawasi atau mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat maupun yang dapat mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terkait kegiatan keantariksaan dan benda antariksa,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto menegaskan sesuai amanat UU Antariksa, Pemerintah wajib membentuk lembaga untuk melaksanakan Penyelenggaraan Keantariksaan.
“Kalau LAPAN dilebur, siapa yang akan menjalankan urusan pemerintahan dalam Penyelenggaraan Keantariksaan di atas,” ujar Mulyanto.
Seperti diketahui sesuai dengan Perpres No. 33/2021 tentang BRIN, yang beredar di masyarakat, Pemerintah berencana melebur LAPAN dan LPNK Ristek lainnya seperti BPPT, LIPI, dan BATAN yang selanjutnya akan berubah menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL).
Kepala OPL merupakan jabatan fungsional tertentu utama yang diberi tugas tambahan. Kepala OPL diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BRIN setingkat Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPTM). Tentu saja rencana ini menimbulkan pro dan kontra.
Menurut Mulyanto, banyak hal krusial yang harus cermat dan hati-hati ditangani. Perlu dikaji secara mendalam amanat Undang-Undang khsusus seperti keantariksaan, ketenagnukliran dll.
Jangan sampai peleburan lembaga riset ini menimbulkan kekosongan hukum, ketidakpastian hukum serta pelanggaran terhadap undang-undang.
Selain itu, soal integrasi SOTK (susunan organisasi dan tata kerja) yang tidak sebentar, juga soal manajemen administrasi, nomenklatur anggaran, asset dan SDM.
Belum lagi soal penyatuan budaya kerja dari beberapa lembaga riset yang mempunyai tupoksi (tugas pokok dan fungsi), karakter, tradisi, sejarah, tokoh panutan, etos dan jiwa korsa lembaga yang berbeda.
Ini tidak mudah dan tidak mungkin terbentuk dalam waktu singkat.
Apalagi amanat UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek lebih mengarah pada integrasi perencanaan, program, dan anggaran bukan pada peleburan kelembagaan.
“Karenanya saya khawatir dengan rencana peleburan lembaga riset ini. Alih-alih terjadi efisiensi dan peningkatan kinerja lembaga riset, yang timbul nanti justru adalah kelambanan kinerja. Ini set back,” tambah Mulyanto.