by M Rizal Fadillah
Berita Tempo.co yang menyatakan bahwa menurut Menkopolhukam Mahfud MD rakyat tidak harus sepenuhnya kecewa karena pemerintah koruptif dan oligarkhi tentu mengecewakan. Bagaimana tidak, terhadap kondisi menyimpang rakyat tidak boleh kecewa. Alasannya ada kemajuan dari waktu ke waktu.
Ada tiga hal penting tentang betapa kelirunya pandangan Mahfud MD, yaitu :
Pertama, di belahan dunia manapun, pemerintahan koruptif itu mengecewakan karena menghianati rakyat akibat merampok uang rakyat. Misi moral politik adalah membersihkan dari mental korup. Tidak mentoleransi korupsi. Pemerintah koruptif layak diprotes, didemonstrasi, bahkan wajib diganti.
Kedua, oligarkhi harus dicegah karena membenarkannya sama saja dengan menghianati demokrasi. Kekuasaan itu di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir atau sekelompok orang. Oligarkhi itu inheren dengan otokrasi, pemerintahan di satu tangan. Pemerintahan yang tidak berbasis demokrasi adalah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Tidak bisa dibiarkan.
Ketiga, alasan adanya kemajuan tidak bisa menjadi pembenar dari pemerintahan koruptif dan oligarkhi. Dua hal masalah timbul, pertama kemajuan itu harus berbasis pemerintahan yang bersih dan demokratis bukan korup atau oligarkhis. Kedua, sejauhmana kemajuan itu diakui, faktanya ekonomi amburadul, politik sosial keagamaan diskriminatif, dan penanganan opisisi sangat represif. Pengangguran dan kemiskinan meningkat.
Mahfud MD memang Menteri kontroversial, figur yang berubah dari cendekiawan yang arif dan moralis, menjadi politisi yang protektif dan apologetik. Baginya semua suara kekuasaan adalah benar atau dapat dibenarkan. Tentu bukan seperti ucapannya sendiri bahwa kekuasaan bisa mengubah watak dari malaikat menjadi iblis.
Jika Presiden kuat dan berwibawa Mahfud MD layak menjadi bagian dari target reshuffle, tapi karena seperti pengakuan Mahfud MD bahwa pemerintahan koruptif dan oligarkhis, maka tak mungkin ada reshuffle bagi oligarkhis dan loyalis.
Rakyat masih berposisi hanya bisa mengurut dada, Mahfud MD lagi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 2 Mei 2021