Tudingan radikalisme dan ekstrimisme selalu disematkan kepada Islam. Padahal gejala radikalisme dan ekstrimisme muncul juga dari kalangan nasionalis yang menganggap hal-hal yang berkaitan agama mengancam eksistensi negara.
“Radikalisme dan ekstrimisme hanya disematkan pada Islam, itu nanti akan kontraproduktif dan menggeneralisasi,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat berbicara dalam forum Center of Southeast Asian Social Studies Universitas Gajah Mada, Sabtu (1/5).
Kata Haedar, penyematan semacam itu tidak hanya bermasalah secara akademik dan historis, tapi juga bermasalah bagi kerja-kerja moderasi kelompok Islam moderat seperti Muhammadiyah.
“Kami juga melakukan kritik, Indonesia juga overdosis ketika mengeksplor radikalisme-ekstrimisme itu pada Islam. Dan itu kekeliruan besar sebenarnya,” kata Haedar.
Haedar melihat gejala radikalisme dan ekstrisme juga terjadi pada kelompok yang terlalu nasionalis sehingga menganggap hal-hal yang berkaitan dengan agama mengancam eksistensi negara.
“Bagi sosial politik yang berdimensi nasionalisme juga ada kecenderungan radikalisme melalui ultra nasionalis, tidak suka dengan mereka yang membawa agama. Begitu mendengar agama itu alergi,” pungkasnya.