Penangkapan mantan Sekretaris Umum (Sekum) DPP FPI Munarman melanggar undang-undang (UU) dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Penangkapan Munarman yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (in casu Densus 88 Antiteror) tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang mensyaratkan bahwa penangkapan harus didahului dengan penetapan status tersangka,” kata Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Jumat (30/4/2021).
Chandra mengatakan, Munarman belum pernah dilakukan pemeriksaan pendahuluan (in casu calon tersangka), maka penangkapan tersebut juga dipandang sebagai tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Intinya tidak mendapatkan atau tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku,” jelasnya.
LBH Pelita menyatakan protes keras terhadap penyitaan sejumlah buku yang bertema jihad, terlebih lagi kemudian dipublikasikan ke media dan publik. “Hal ini dikhawatirkan berpotensi terjadi kriminalisasi terhadap istilah dan ajaran Islam yaitu jihad. Istilah jihad banyak dijelaskan didalam Al-Qur’an dan hadits,” jelasnya.
LBH Pelitaa mendorong agar proses penegakan hukum dipisahkan dari politik. Penyitaan buku-buku bertema jihad dan menampilkan kehadapan media dan publik adalah tampak seperti tindakan politik. Apa hubungannya antara tindakan pidana dengan buku tersebut.
“Kami patut menduga sedang ada upaya membangun narasi “buku-buku jihad inspirator teroris”, sehingga berujung pada stigmatisasi-alienasi istilah jihad,” ungkapnya.