Oleh: Nazar EL Mahfudzi, SIP, MHI*
Banyak negara-negara di kawasan Asia yang akan menerapkan sistem ekonomi “state capitalism” atau kapitalisme negara ala China, yaitu penggunaan teknologi produksi dan kerjasama perdagangan kesejahteraan bersama di bawah naungan otoriterisme Tekno Chinayang telah mendunia. Hubungan dagang Indonesia yang merugi masih terjalin dalam diplomasi ekonomi Indonesia dan China. Hal ini ditandai Peningkatan diplomasi ekonomi melalui BUMN Indonesia pada tahun 2021 bekerjasama dengan State-Owned Asset Supervision and Administration (SASAC) Tiongkok. SASAC sendiri merupakan instansi pemerintah China yang mengelola 97 perusahaan milik negara dalam legitimasi tekno China.
Amerika Serikat telah memberikan ultimatum terhadap bahaya kerjasama perusahaan negara sebagai afiliasi berbagai produk teknologi. Strategi diplomasi China untuk memata-matai warganya sendiri dan warga negara lain menggunakan teknologi pengawasan China disebut “Tekno China”. Ekosistem teknologi berbasis China ini dinilai dapat membawa serta serangkaian nilai yang menopang devisa negara China beralih menjadi kesejahteraan — suatu bentuk otoritarianisme abad ke-21 yang mengawinkan kontrol dan efisiensi sosial menghilangkan diktum kebebasan “Liberty”. (Maya Wang, 2021)
Imperium tekno China berhadapan dengan raksasa teknologi internet atas nama keamanan dunia sebagai hak asasi kedaulatan pertahanan dan keamanan digital setiap negara “Cyber Security”. Pembangunan infrastruktur manufaktur tekno China telah menjadi jargon otoriterisme teknologi China yang diprooduksi dengan harga murah mendapatkan daya tarik persaiangan perdagangan internasional. Amerika Serikat walaupun sebagai negara liberal harus membalikkan arah melindungi privasi dan keamanan data warga negara, dan bekerja dengan sekutu untuk menetapkan standar global pengawsan untuk teknologi.
Fakta China megumpulkan sejumlah data dalam jumlah luar biasa untuk memantau aktivitas warga negara dan mengidentifikasi penghianat bangsa. China mengendalikan 13 juta Muslim Turki dan melakukan pengawasan diwilayah Xinjiang. Program pengawasan massal di Xinjiang adalah yang paling disoroti dunia hingga memicu kritik tajam masyarakat internasional. China diperkirakan menahan satu juta warga Muslim, sebagian besar dari etnik Uighur, di kamp-kamp indoktrinasi. Xi Jinping mengatakan kebijakan menggunakan pengawasan tekno China juga diperlukan untuk mewujudkan kawasan yang damai dan stabil.
Tekno China megendalikan populasi di seluruh negeri dengan cara yang lebih halus namun tetap kuat. Bank sentral mengadopsi mata uang digital, yang akan memungkinkan Beijing untuk mengawasi dan mengontrol transaksi keuangan masyarakat dan korupsi pejabat negara dalam pengawasan uang yang super ketat menggunakan kecerdasan buatan “Artificial Intelligence” (AI).
Strategi tekno China menerapkan diplomasi antar kota-kota di China, membangun apa yang disebut kota cerdas dan aman “Smart-Security City”, yang mengintegrasikan data dari sistem pengawasan yang mengganggu untuk memprediksi dan mencegah segala sesuatu mulai dari kebakaran hingga bencana alam dan perbedaan pendapat politik. Pemerintah percaya bahwa gangguan ini, bersama dengan tindakan administratif, seperti menolak akses orang yang masuk daftar hitam ke layanan, akan mendorong orang ke “perilaku positif,” termasuk kepatuhan yang lebih besar terhadap kebijakan pemerintah dan kebiasaan sehat seperti berolahraga.
Sudut pandang negara-negara Asia Timur menggunakan inovasi digital, seperti halnya Jepang dan Korea Selatan sudah lebih dikenal sejak pertengahan abad ke-20. Keberhasilan negara Korea Selatan lebih spektakuler meliputi tiga hal : Pertama, memiliki pendapatan devisa negara dan menjelma menjadi salah satu negara maju dengan teknologi tinggi, yakni meniru teknologi negara-negara maju di Barat, yang kemudian dikembangkan “From Imitation to Innovation” . Kedua, keberhasilan Korea Selatan telah mendapatkan kembali status “demokrasi penuh” pada Indeks “Demokrasi Global 2020 oleh Economist Intelligence Unit” (EIU) , bahkan mengalahkan Prancis di urutan ke-24 dan Amerika Serikat di urutan ke-25. Ketiga, memiliki keberhasilan kerjasama budaya kolaborasi hiburan-hiburan Korea contohnya drama, musik, kuliner, dll.
Mengapa BUMN Indonesia lebih memilih bekerjasama dengan pemerintah China ?
Frame pemerintahan komunis China dan Korea Selatan tidaklah sama, terutama dalam pencapaian kesejateraan dan kebebasan pengawasan dalam pengembangan teknologi dan perdagangan. Saya mengulas perbedaan kerjasama kemajuan teknologi dan demokrasi Korea Selatan. Studi komparatif kerjasama bilateral negara Komunis China sebagai kajian politik hubungan Internasional.
Kerjasama Indonesia Korea Selatan
Pada tahun 2021, Korea menempati posisi kelima dari 126 negara yang memberikan investasi 1,8 milliar dolar AS. Meningkatnya volume perdagangan menjadi US$30 milyar di tahun 2022. Presiden Joko Widodo menggarisbawahi bahwa kerjasama dengan perusahaan Korea Selatan telah menajadikan Indonesia memiliki iklim investasi yang sangat kondusif selayaknya negara maju.
Korea Selatan untuk mengembangkan investasi di Indonesia mempunyai kesamaan tujuan ekonomi berbasis kerakyatan dan pertumbuhan inklusif, kerjasama dalam proyek infrastruktur berupa manajemen perairan, transportasi, pembangkit listrik untuk menunjang kualitas hidup. Perkembangan ekonomi digital Korea Selatan juga mendapat tempat untuk mendukung tujuan Indonesia memiliki 1000 digital startup baru yang bernilai US$10 milyar di tahun 2020 (Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2017).
Kerjasama BUMN Indonesia dan Pemerintah China
Erick Tohir selaku Menteri BUMN Indonesia mempelajari tentang cara China dalam mereformasi dan menjalankan transformasi BUMN menjadi lebih efisien, dapat berkontribusi secara maksimal untuk masyarakat. BUMN Indonesia dan China memiliki visi dan misi dimana harus berkontribusi ke masyarakat dan berkontribusi sumber pemasukan negara. Namun sayangnya, jika dibandingkan dengan Indonesia, perusahaan negara milik China dalam sistem otoritarianisme. SASAC BUMN China terdapat 48 perusahaan dalam daftar Global Forbes 500, sedangkan BUMN Indonesia baru ada 2 yaitu, BRI dan Mandiri.
Lebih lanjut Eric Tohir mengungkapkan bahwa SASAC dan Kementerian BUMN akan meninjau beberapa proyek kerjasama disektor ketenagalistrikan dan kerjasama investasi perikanan kelas dunia untuk wilayah Timur Indonesia. BUMN China diantaranya perusahaan CBL yang merupakan konsorsium China yang terdiri dari Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL), Brunp, dan Lygend. Konsorsium ini bermitra dengan konsorsium BUMN yang terdiri dari MIND ID, Pertamina, PLN, dan Antam untuk pengembangan EV Battery. (Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia 2020)
Kerjasama SASAC BUMN China diperkirakan akan mengusai kerjasama BUMN di Indonesia, diharapkan dapat melakukan penurunan defisit kerjasama ekonomi dan ekspor Indonesia- China. Peningkatan ekspor Indonesia ke China sudah mulai terlihat sebesar 6,4 persen sepanjang Januari – Agustus 2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Duta Besar RI untuk China dan Mongolia Djauhari Oratmangun mengatakan peningkatan ekspor ini diikuti dengan penuruan defisit yang semakin mengecil. Defisit perdagangan Indonesia dari China dalam periode ini mencapai US$2 miliar. Sementara tahun lalu untuk periode Januari sampai Agustus 2020, Indonesia defisit US$6,6 miliar. (Nindya Aldila, Bisnis.com, 2020)
Badan Pusat Statistik (BPS), juga melansir data, neraca dagang Indonesia sempat surplus US$85,1 juta. Namun, total Januari-Agustus 2019 menunjukkan, impor Indonesia dari China US$28,68 miliar dan ekspor Indonesia ke China hanya US$17,24 miliar. Artinya, Indonesia telah defisit sekitar US$11,4 miliar.
Kesimpulan
Sejak 2013, China telah menggusur Jepang sebagai mitra dagang keuntungan terbesar Indonesia. Maka otoriterisme tekno China dapat ditemukan dengan tingginya nilai investasi justru banyak merugikan Indonesia, dibandingkan Korea Selatan dan Jepang yang menambahkan Investasi dan meningkatkan keuntungan Indonesia.
*Penulis : Research Asistant Professor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta-Pengamat Sosial dan Politik Hubungan Internasional