Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengalami godaan untuk memperpanjang masa jabatannya menjadi lebih dari dua periode. Menurut Feri godaan serupa pun pernah dialami Presiden Sukarno dan Soeharto.
“Godaan yang sama saya yakin juga sedang dialami dan menggoda Presiden Jokowi untuk memperpanjang periodisasi masa jabatannya,” kata Feri kepada Tempo, Rabu, 17 Maret 2021.
Feri mengatakan Presiden Sukarno melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara memperpanjang masa jabatannya sehingga dapat menjadi presiden seumur hidup. Soekarno menjabat presiden selama 21 tahun dari 1945-1967.
Kemudian di era Presiden Soeharto, Feri melanjutkan, pemaknaan masa jabatan itu diubah menjadi dapat dipilih kembali secara berulang-ulang untuk kurun waktu yang tak ditentukan. Sehingga, Soeharto dapat menjadi presiden selama lebih dari tiga dekade.
Feri mengatakan keinginan memperpanjang masa jabatan merupakan godaan terbesar untuk presiden dalam sistem presidensial. Sebab, dalam sistem ini presiden merupakan pemegang kekuasaan yang paling penting dan paling kuat.
“Bahkan ada yang mengatakan presiden itu raja yang dibatasi konstitusi. Salah satu batasan yang dilakukan konstitusi terhadap presiden sehingga dia dibedakan dengan raja, adalah masa jabatan,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ini.
Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya mengatakan tak ada pembahasan di lembaganya untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode lewat amandemen konstitusi. Presiden Jokowi juga telah angkat suara ihwal isu perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode tersebut.
Jokowi sendiri mengatakan akan tegak lurus pada konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode. “Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden 3 periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama,” ujar Jokowi pada Senin, 15 Maret 2021.
Meski begitu Feri Amsari menilai saat ini ada serangkaian upaya untuk memperpanjang periode masa jabatan presiden, baik oleh intelektual tertentu maupun kalangan politisi. Ia menyebut upaya tersebut sangat sistematis lewat gagasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Wacana perombakan konstitusi, kata dia, sudah cukup lama diperbincangkan dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Feri mengatakan MPR cukup masif mengadakan diskusi, pertemuan ilmiah, bahkan perlombaan tingkat mahasiswa dan siswa untuk membicarakan perubahan UUD 1945.
Bahkan, lanjut dia, MPR melakukan kunjungan ke berbagai pulau dan mendatangi perguruan-perguruan tinggi untuk mendiskusikan gagasan amendemen UUD 1945. Isu yang dibicarakan terutama pengembalian Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan isu penting lainnya terkait kekuasaan legislatif dan eksekutif.
Dalam berbagai diskusi, kata Feri, timbul juga beberapa usulan terkait dengan proses pemilihan presiden tak langsung, tetapi dikembalikan melalui MPR. Feri berujar gagasan tersebut telah banyak ditolak, termasuk oleh Pusako, lantaran menghilangkan hak rakyat.
“Diskusi itu bahkan berkembang dan kita lihat ke arah yang jauh lebih berbahaya karena berbicara soal elemen-elemen penting dari demokrasi yang hendak diubah demi kepentingan politik, salah satunya soal masa jabatan presiden,” ucap Feri mengenai masa jabatan Presiden Jokowi.
[tempo]