[Catatan Sidang Kesembilan, 16 Maret 2021]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur
Kami dari Tim Advokasi Gus Nur terdiri dari Bang Eggi Sudjana, Rekan Ricky Fattamazaya Munte dan penulis sendiri, pada Selasa (16/3) sengaja menghadiri sidang secara langsung di dalam ruang sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim. Bukan karena kami tidak konsisten dengan kebijakan ‘Walk Out’, namun secara formal kami ingin menanyakan langsung kepada Majelis Hakim tentang kehadiran Gus Nur.
Setelah mendapat jawaban dari Hakim Pimpinan sidang, bahwa selama pandemi Covid-19 ini Persidangan tetap dijalankan secara online, maka kami pamit meninggalkan ruang sidang pengadilan, melanjutkan kebijakan ‘Walk Out’ sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dalam penyelenggaraan persidangan.
Sebelum pamit meninggalkan ruang persidangan, Bang Eggi Sudjana sempat mengingatkan kepada Majelis Hakim tentang peran dan fungsi Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat). Tidak boleh ada peran dan fungsi penegak hukum yang dikebiri.
Kehadiran Advokat di persidangan itu atas perintah Undang-undang, untuk mendampingi Terdakwa. Kalau Terdakwa tidak dihadirkan, lalu Advokat selaku pembela mau mendampingi siapa ? itu kan sama saja pengadilan Ghoib ? ungkap Bang Eggi secara retoris.
Pasca kami Tim Advokat keluar dari persidangan, Hakim melanjutkan pemeriksaan Ahli IT dan Pidana dari JPU juga memeriksa Terdakwa. Karena kami tidak mendampingi Gus Nur, pengambilan keterangan ahli menjadi suka-suka Hakim dan Jaksa. Tidak akan ada pertanyaan atau pengambilan keterangan dalam persepektif ‘membela’ terdakwa, yang itu biasanya diwakili oleh Advokat.
Tim kami yang lain, yakni Bang Achmad Michdan, Bang Damai Hari Lubis, Bang Novel Bamukmin dan Bang Aziz Yanuar berbagi tugas mendampingi persidangan Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Kabarnya, Habib Rizieq Shihab juga mendapat perlakuan yang sama, tidak dihadirkan di persidangan.
Padahal, jika alasannya pandemi faktanya Irjen Pol Napoleon Bonaparte beberapa saat lalu juga dihadirkan di persidangan sebagai Terdakwa. Bahkan, dikabarkan media sempat main goyang ‘tik tok’. Lalu kenapa Gus Nur dan Habib Rizieq Shihab tidak dihadirkan di Persidangan ?
Kalau hakim beralasan pada Perma No. 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik, dalam Perma ini justru menyebutkan dengan tegas ‘Sidang Online’ itu hanya opsi (pilihan) bukan kewajiban. Hakim berdasarkan pertimbangannya dapat menghadirkan Terdakwa.
Bahkan, dalam ketentuan pasal 2 Perma a Quo, Eksplisit disebutkan bahwa Terdakwa pada asalnya dihadirkan di persidangan. Dalam ketentuan pasal 2 disebutkan :
“Persidangan dilaksanakan di ruang pengadilan dengan dihadiri penuntut dan terdakwa dengan didampingi/tidak didampingi penasehat hukum, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Adapun peraturan perundangan yang mengatur hukum acara persidangan adalah Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
dalam ketentuan pasal 154 KUHAP tegas menyatakan :
“(1) Hakim ketua sidang pengadilan yang terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas”
Dalam ketentuan pasal 146 dan 154 KUHAP diatur rinci bagaimana Terdakwa dihadirkan sejak pemanggilan hingga hadir di hadapan hakim di muka persidangan. Ketentuan mengenai kehadiran Terdakwa di Persidangan sifatnya mengikat (imperatif) sementara sidang online sifatnya hanya kondisional (fakultatif).
Anehnya, dalam sejumlah kasus kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis seperti yang dialami Gus Nur, Habib Rizieq Shihab, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Ali Baharsyah dan lainnya, Pandemi seperti dimanfaatkan oleh rezim untuk membelenggu Terdakwa untuk memperoleh keadilan dalam proses hukum di pengadilan.
Dengan dalih pandemi, Terdakwa dilarang hadir di persidangan. Sementara Hakim, Jaksa, Advokat bahkan masyarakat umum diperkenankan hadir di persidangan, karena sidang sifatnya memang wajib terbuka dan untuk umum. Padahal, proses persidangan itu untuk menentukan nasib Terdakwa, bukan nasib hakim dan jaksa. lantas, kenapa Terdakwa tidak dihadirkan di persidangan yang mengadili perkaranya ?
Penulis mendengar kabar, hakim di kasus Habib Rizieq Shihab meminta advokat untuk menguji Perma jika keberatan soal tidak dihadirkannya Terdakwa. Padahal, Perma tidak mewajibkan terdakwa sidang secara online, sidang online adalah pilihan saja.
Kenapa hakim tidak mengambil opsi menghadirkan Terdakwa atas kewenangannya berdasarkan KUHAP ? kenapa hakim tidak menghadirkan Terdakwa berdasarkan ketentuan pasal 2 Perma No 4 tahun 2020 ?
Tentu publik tidak keliru, jika berpraduga pandemi sengaja dijadikan belenggu bagi masyarakat untuk mencari keadilan. Menyedihkan sekali nasib rakyat di negeri ini, sudah tertimpa musibah pandemi, dizalimi hak hukumnya berdalih pandemi.
Sebelumnya, pendemi juga telah dijadikan sebagai belenggu atas hak konstitusional rakyat untuk menyampaikan pendapat. Sejumlah demo penyampaian aspirasi dilarang karena situasi pandemi, sementara Presiden dan sejumlah pejabat, terus saja mengadakan aksi kumpul-kumpul ditengah pendemi dengan berbagai dalih.
Penulis kira seluruh advokat harus melawan belenggu pandemi ini. Kita memiliki profesi ‘Officium Nobile’ yang punya tugas dan tanggungjawab membela kepentingan masyarakat pencari keadilan. Tidak boleh, profesi kita dianggap remeh oleh aparat penegak hukum lainnya.
Kepada segenap masyarakat, sudah semestinya mendukung ikhtiar kami melawan ketidakadilan hukum, dengan menolak tidak dihadirkannya Terdakwa di Pengadilan. Kalau dalam prosesnya saja, masyarakat tidak mendapatkan keadilan, bagaimana mungkin pengadilan dapat memberikan keadilan kepada masyarakat dari putusannya.
Mohon doa dan dukungannya, sidang agenda selanjutnya (Selasa, 23/3) mendengarkan tuntutan dari Jaksa. Gus Nur dan Tim Advokat telah bulat hati untuk tidak menghadirkan ahli dan saksi, percuma saja jika prosesnya sejak awal tidak adil. Biarkan hakim memutuskan, toh setelah pengadilan dunia masih ada pengadilan akhirat yang pasti adil karena diadili langsung oleh Allah SWT, dzat yang Maha adil. [].