by M Rizal Fadillah
Dalam film kartun “Tom and Jerry” atau film animasi “Coco” diceritakan bahwa yang mati bisa hidup kembali dan melanjutkan kisah atau ceritanya. Tom Cat yang terus mengejar Jerry Mouse sering celaka bahkan tertimpa ini dan itu hingga mati gepeng. Tapi hidup kembali melanjutkan permusuhan dan pengejaran si Jerry. Gak ada mati matinya.
Dalam film animasi Coco, Miguel yang dilarang bermusik bermimpi mengidolakan pemusik berprestasi Ernesto de la Cruz. Ternyata ia berada di alam kematian yang berkisah dramatis. Idolanya Ernesto de la Cruz ternyata saat hidup adalah pembunuh kakeknya Hector yang pemusik, lalu mencuri lagunya yang diklaim karyanya sehingga dengan lagu itu Ernesto menjadi populer. Pahlawan di dunia ternyata terbukti meniadi penjahat di alam kematian.
Itu cerita fantasi kartun dan animasi. Kini di dunia fantasi Indonesia sepertinya terjadi pula cerita dramatis. Orang mati yang dianggap hidup. 6 orang anggota laskar yang diyakini publik terbunuh, bahkan Komnas HAM menyebut unlawful killing dan menilai terjadi pelanggaran HAM oleh aparat Kepolisian, justru dinyatakan sebagai tersangka. Enam anggota laskar dianggap sebagai pelaku kejahatan.
Konon diproses ke kejaksaan. Sungguh aneh orang yang sudah diketahui meninggal masih dilakukan proses hukum, padahal menurut hukum orang yang sedang dalam proses hukum lalu meninggal maka akan dihentikan proses hukumnya. Polisi pasti tahu Pasal 109 ayat (2) KUHAP Jo Pasal 77 KUHP. Adakah coba-coba sekarang orang meninggal divonis hukum oleh Hakim agar mayatnya dipenjara 10 tahun ? Ada-ada saja negeri kartun ini.
Di samping itu asas praduga tak bersalah telah diabaikan. Bagaimana orang yang belum diperiksa tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka ? Sementara dengan hasil penyelidikan Komnas HAM justru anggota polisi yang membunuh seharusnya ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, dan mungkin terhukum.
Presiden dan Kapolri telah berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan atau rekomendasi Komnas HAM. Artinya mengawali dengan mengusut kejahatan penembakan oleh aparat Kepolisian. Akan tetapi dengan penetapan 6 anggota laskar FPI sebagai Tersangka, justru membalikkan komitmen tersebut.
Ada skema rekayasa lain yang sedang dibuat.
Semestinya Presiden menegur Kapolri agar kembali bergerak di rel komitmen demi penegakan hukum. Bukan merangsek ke permainan politik. Rakyat sudah sangat mengetahui dan menunggu konsistensi proses penegakan hukum tersebut. Sikap inkonsisten menyebabkan penilaian buruk kepada Kapolri dan Presiden. Sejarah sulit untuk dibawa berputar-putar dalam cerita buatan.
Indonesia adalah negara Pancasila, negara nyata, dan negara merdeka. Bukan negara menghalalkan segala cara, negara boneka, negara yang dijajah oleh bayang bayang kejumawaan Istana.
Ketika orang mati dijadikan tersangka, maka sudah semestinya si tersangka sejati pelanggar HAM untuk segera dihukum mati. Meskipun mereka itu anggota Polisi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Maret 2021