Pihak pemerintah dan DPR harus secepatnya melakukan komunikasi revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah Presiden Jokowi meminta perubahan UU tersebut.
“Setelah Presiden Jokowi mewacanakan revisi UU ITE, pemerintah dan DPR harus secepatnya melakukan komunikasi,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Rabu (17/2/2021).
Menurut Amir, pemerintah bisa mengajukan rancangan revisi UU ITE kepada DPR. “Pihak DPR juga bisa merespon permintaan Presiden Jokowi dengan melakukan perubahan UU ITE. Salah satu tugas DPR ikut membuat UU,” jelas Amir.
Dalam perubahan UU ITE, kata Amir Hamzah, DPR bisa meminta masukan dari kepolisian, Mahkamah Agung, Pakar Hukum Pidana dan Pakar Hukum Pidana. “Bisa minta pendapat dari kalangan LSM, aktivis yang selama ini menyuarakan menolak UU ITE,” ungkap Amir.
Amir mengatakan, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit sudah memberikan pernyataan positif terkait revisi UU ITE bahwa orang yang dirugikan harus melaporkan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. “Ini langkah bagus Kapolri dalam merespon revisi UU ITE,” jelasnya.
Kata Amir, UU ITE hasil revisi harus dikembalikan pada transaksi elektronik bukan pada pasal pencemaran nama baik maupun ujaran kebencian yang selama ini menjerat para aktivis. “Pasal ujaran kebencian, hoaks harus dikembalikan ke KUHP,” ungkap Amir.