Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Suteki mendapat sanksi di kampusnya ketika mengkritik pemerintah.
“Untuk membela kebenaran dan keadilan lalu berakhir pada penjatuhan sanksi di Undip,” kata Suteki di akun Facebook-nya.
Suteki mendapat sanksi dari Undip ketika menjadi ahli di MK atas ketidaksetujuan Perppu Ormas dan PTUN Jakarta Timur yang mencabut badan hukum ormas HTI. “Sanksi itu berupa pemberhentian tetap-jadi tidak sementara lagi atas jabatan saya sebagai Kaprodi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat FH Undip,” ungkapnya.
Setelah SK Pembebasan sementara tugas jabatan, kata Suteki tidak pernah ada sidang, padahal tujuan utama SK 223 itu adalah untuk kelancaran pemeriksaan (sidang pembuktian).
“Bagaimana bisa menetapkan seseorang melakukan pelanggaran berat disiplin TANPA melalui proses pembuktian yang patut, transparan dan akuntabel sesuai dengan AUPB? Apalagi SK PENETAPAN yang memuat sanksi itu telah dibuat sejak 28 November 2018 dan baru diberikan 25 Mei 2019, 6 bulan setelah dibuat,” jelas Suteki.
Suteki mengatakan sebagai pengajar Pancasila dan Filsafat Pancasila selama 24 tahun tetapi dinyatakan terbukti Anti Pancasila dan Anti NKRI serta tidak setia kepada Pemerintah.
“Sakit rasanya di-labeling dan di-stamping seperti itu. Atas putusan itu saya mengajukan gugatan TUN mulai dari PTUN Semarang, PTTUN Surabaya hingga Kasasi MA, namun seperti saya duga, hasilnya nul. Saya dikalahkan di semua level peradilan tersebut,” ungkapnya.