Jejak Digital ‘Perang’ Mahfud MD vs Andi Arief di Twitter

Menko Polhukam Mahfud Md dan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief kembali terlibat ‘perang’ di Twitter. Jejak saling serang keduanya di Twitter bahkan sudah ada sejak Mahfud belum menjadi Menko Polhukam.

Sebagaimana diketahui, percakapan terbaru Mahfud dan Andi di Twitter kali ini soal ‘jenderal tua’ yang melanggar HAM. Mahfud ingin mempertegas siapa yang dimaksud oleh Andi Arief sebagai ‘jenderal tua’ tersebut.

Keduanya memang memang kerap beradu cuitan di Twitter. Ini bahkan terjadi saat Mahfud Md belum menjadi Menko Polhukam.

1. Tuduhan soal SBY Dalang Demo Omnibus Law

Menko Polhukam Mahfud Md sempat dikait-kaitkan oleh Andi Arief dengan isu Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai dalang demo penolakan omnibus law yang berujung ricuh.

Awalnya, Andi Arief menulis cuitan yang ditujukan kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Menko Polhukam Mahfud Md, dan BIN. Dia meminta penjelasan soal pihak yang dituduh menunggangi demo omnibus law.

“Pak Airlangga Hartarto, Pak Luhut Panjaitan dan Pak Prof @mohmahfudmd dan BIN, diminta Pak SBY untuk menjelaskan ke publik soal penunggang aksi Omnibus law jika ada. Agar pemerintah tidak dianggap membuat hoak ke masyarakat,” tulis Andi Arief seperti dilihat pada Rabu (14/10/2020).

Dia kembali meminta klarifikasi dari pemerintah. “Kalau sampai tidak ada klarifikasi dari Pak @mohmahfudmd, Pak Airlangga, Pak Luhut dan BIN atas tuduhan bahwa Pak SBY, AHY dan demokrat yang difitnah di belakang demo besar ini, maka tidak ada jaminan ketegangan politik akan mereda,” tambahnya.

Cuitan Andi Arief ini lalu ditanggapi Mahfud Md di Twitter. Dia menegaskan pemerintah tidak pernah menuding SBY maupun anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai dalang dari demo yang berujung ricuh pada 8 Oktober 2020.

“Klarifikasi macam apa yg diminta Mas @AndiArief__? Tak seorang pun di antara kami pernah bilang Pak SBY atau AHY sbg dalang atau membiayai unras,” cuit Mahfud Md.

Mahfud Md balik meminta Andi Arief menunjukkan kapan pemerintah menuding SBY mendalangi demo. Menurutnya, tudingan-tudingan itu hanya muncul di media sosial.

“Sebaliknya, tolong diklarifikasi kapan kami bilang begitu. Kalau ada, nanti kami selesaikan. Itu kan hanya di medsos2 yg tak jelas,” ungkap Mahfud.

2. Presidential Threshold

Andi Arief juga pernah beradu cuitan dengan Mahfud Md soal presidential threshold 20 persen. Ketika itu Mahfud belum menjadi Menko Polhukam.

Awalnya, Andi Arief mengomentari pemberitaan soal Mahfud Md yang mengusulkan agar presidential threshold 20 persen dikaji ulang. Dia setuju threshold tetap ada, tapi angkanya yang perlu dilihat ulang. Hal itu dia sampaikan saat bertemu dengan komisioner KPU pada Rabu (24/4/2019).

“Dulu setuju, sadar belakangan. Pasti lagi tremor ini,” cuit Andi Arief, Kamis (25/4).

Cuitan Andi Arief itu lalu dibalas oleh Mahfud Md. Tertawa, Mahfud menegaskan sudah lama menolak presidential threshold 20 persen. Pandangan ini juga sudah disampaikan Mahfud di berbagai kesempatan.

“Hahaha, ente Dik. 2 tahun lalu, saat RUU Pemilu sedang dibahas, saya sudah nulis di KOMPAS dengan terang benderang bahwa saya tak setuju threshold 20%. Saya juga nulis itu untuk makalah di Fraksi Golkar. Saya setujunya 3,5% (parpol yang sudah punya kursi di DPR). Baca-baca dulu, ya, Dik. Pasti ente yang tremor,” tulis Mahfud.

Belum selesai, Mahfud Md menyertakan tautan berita tahun 2017 yang mengemukakan pendapat soal presidential threshold dan parliamentary threshold. Dia meminta Andi Arief lebih dulu mengecek pernyataan-pernyataannya sebelumnya.

“Jangan omong sebelum tracking,” katanya.

3. Debat soal Pernyataan Mahfud di ILC

Andi Arief juga pernah debat panas di Twitter dengan Mahfud Md ketika nama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dibawa-bawa.

Andi Arief awalnya menyoroti pernyataan Mahfud Md soal perbedaan jumlah suara dalam sengketa pemilu yang disampaikan di acara ‘Indonesia Lawyers Club (ILC)’. Menurut Andi Arief, pernyataan Mahfud itu berbahaya.

“Pernyataan paling berbahaya dari Prof @mohmahfudmd di ILC adalah: KPU atau siapapun yang dianggap curang kalau tidak melebihi perbedaan suara antarpaslon aman-aman saja. Dengan logika berbahaya dari Prof @mohmahfudmd, kalau ada kecurangan 4 juta suara tidak apa-apa, selama perbedaan suara antarcapres adalah 9 juta. BAHAYA,” cuit Andi Arief.

Dalam acara ‘ILC’ pada Rabu (8/1/2019), Mahfud Md mengatakan KPU akan selalu dituding curang oleh yang kalah. Tetapi hasil pemilu baru bisa dibatalkan ketika ada kecurangan signifikan.

“Apakah kalau ada yang curang begitu pemilu batal? Tidak. Pemilu atau hasilnya bisa dinyatakan batal manakala kecurangan signifikan. Kalau Anda kalah 5 juta suara tapi bisa membuktikan hanya 1.500 suara, maka Anda tetap kalah. Itu pedomannaya. Karena kalau berpikir wah ini hak konstitusional, satu suara curang harus dibatalkan, nggak akan pernah ada pemilu selesai. Oleh sebab itu, hukum mengatur. Curang itu pasti ada, tapi harus signifikan,” demikian pernyataan Mahfud Md di ILC.

Lewat Twitter, Mahfud Md lalu menjelaskan pernyataannya yang disoal Andi Arief. Dia menegaskan, bila ada kecurangan 1 juta suara terbukti tapi beda suara antarpasangan calon 3 juta, pemilu tidak dapat dibatalkan. Ini berdasarkan UU 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

“Kalau dalam sengketa Pemilu Anda bisa membuktikan kecurangan 1 juta padahal kalahnya 3 juta, maka hasil pemilu tak bisa dibatalkan. Ini ketentuan UU No 8 Tahun 2011. UU ini dibuat pada saat Partai Demokrat berkuasa. Kalau menurut Anda salah, gugatlah Partai Demokrat (PD). Kok bilang berbahaya ke gue?” tulis Mahfud Md.

Mahfud mengatakan yang meneken UU 8/2011 adalah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat itu Ketum Partai Demokrat. Dia meminta Andi Arief melayangkan protes ke peneken UU tersebut.

Ternyata penjelasan Mahfud Md belum ‘memuaskan’ Andi Arief. Dia menuding penjelasan itu tetap berbahaya.

“Bagi saya penjelasan Prof @mohmahfudmd tetap berbahaya. Sama juga dengan ajakan untuk pembiaran kecurangan dengan margin tertentu. Harusnya melarang kecurangan sebesar apa pun. MK memang akan memutuskan pemilu sah apabila kecurangan di bawah margin. Tetapi seorang mantan Ketua MK bilang kecurangan hal biasa, itu akan menjadi semacam stimulus @mohmahfudmd,” cecar Andi Arief.

4. Andi Arief Ancam Mahfud

Andi Arief juga pernah menyampaikan ancaman untuk Mahfud Md. Kali ini karena Andi merasa tersindir ketika Mahfud membahas soal narkoba. Kala itu, Andi Arief memang pernah terseret kasus narkoba.

Hal ini berawal dari sejumlah cuitan Mahfud di akun Twitter miliknya pada Selasa (5/3) setelah Andi Arief ditangkap. Mahfud mengomentari cuitan netizen yang me-mention cuitannya dulu.

“Trims atas reposting cuitan sy (10/1/19). Waktu itu AA nyerang sy trs krn isu 7 kontainer SS sy bilang hoax. Maka daripada ikut ngawur, sy titip pesan kpd AA dgn miminjam adresat “Anak2 Milenial” agar menjauhi narkoba sebab narkoba itu membunuh akal sehat dan membunuh masa depan,” tulis Mahfud.

“Bro, anak-anak milenial. Nikmatilah demokrasi, jagalah negara ini. Perang membela negara yg kamu hadapi sekarang adalah proksi, termasuk narkoba. Jangan dekat-dekat narkoba. Sekali terjerat narkoba kalian merusak kemanusiaanmu; akan berani membohongi orang tuamu, isterimu, anakmu, dan rakyatmu,” demikian cuitan Mahfud pada 10 Januari 2019.

Menurut Mahfud, cuitan itu dia tulis saat Andi Arief ‘menyerang’ dirinya di Twitter. Mahfud kala itu menyebut isu 7 kontainer surat suara tercoblos yang disuarakan Andi Arief adalah hoax alias berita bohong.

Andi Arief kemudian diperbolehkan polisi untuk pulang setelah menjalani rangkaian pemeriksaan. Dia langsung tancap gas mencuit di Twitter.

“Pak Prof @mohmahfudmd, anda jangan berspekulasi dan sok tahu soal kejadian yg sedang saya alami.Saya bisa tuntut anda dalam jalur hukum dan meminta lembaga yang memberi anda gelar profesor mencabut gelar itu karena sok tahu dan sok bener,” tulis Andi di Twitter, Rabu (6/3/2019).

“Serahkan dan percayakan pada Polri yang sedang sedang menangani yang saya alami. Saya ini belum diadili dan belum ada putusan hukum soal saya, bagaimana gelar Profesor bisa menyimpulkan secara sembarangan Pak Prof @mohmahfudmd,” sambung Andi Arief.

Andi Arief pun menyebut itu merupakan cuitan terakhirnya. “Ini tuit terakhir saya sama.saya menjalani semua yg diproses Polri,” tulis Andi Arief di Twitter.

“Saya terpaksa mentuit karena saya ingin Prof @mohmahfudmd berhenti berspekulasi dan membuat pengadilan sendiri,” sambungnya.

Namun Mahfud menanggapi santai ancaman Andi Arief. “Siiip… ha-ha-ha…,” ujar Mahfud Md saat diperlihatkan cuitan Andi Arief itu.

5. Jenderal Tua

Terbaru, Andi Arief kini beradu cuitan dengan Mahfud soal sosok ‘jenderal tua’.

Awalnya, Andi Arief yang lebih dulu men-tweet dengan menyertakan akun Twitter Mahfud.

Dalam tweet-nya, Andi Arief berharap Mahfud mau berdiskusi dengan masyarakat. Menurutnya, berdiskusi dengan masyarakat lebih baik daripada dengan para jenderal tua yang terbukti melanggar HAM.

“Mudah-mudahan Pak Prof @mohmahfudmd mau berdiskusi dan mendengarkan civil society yang pasti tak menjerumuskan, ketimbang mendengar pandangan-pandangan yang bisa menyesatkan dari jendral tua yang sudah terbukti menyesatkan dan melanggar HAM,” kata Andi Arief via akun Twitter, @Andiarief__, Jumat (1/1).

Mahfud mempertanyakan sosok jenderal tua yang disebut Andi Arief. Mahfud mengaku kerap berdiskusi dengan mantan jenderal, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Prabowo Subianto, hingga Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).

“Jenderal Tua yg mana, Dinda? Bnyk jenderal senior yg sering berdiskusi dgn sy spt Pak SBY, Pak Prabowo, Pak LBP, Pak Tri, Pak Saiful S. 2 hr lalu sy malah dpt kartu greeting dari Pak SBY yg berlatar foto alam yg sangat indah hsl potretan Almrhm Bu Ani SBY. Hormat utk Pak SBY Folded hands,” ucap Mahfud melalui akun Twitter pribadinya.

Andi pun menjawab cuitan Mahfud. Dia tidak menyebutkan nama sosok jenderal tua itu.

“Yang jelas yang bukan disebut Pak Mahfud di tuitnya,” kata Andi Arief kepada wartawan, Sabtu (2/1/2021).

Andi Arief tak menyebut siapa sosok jenderal tua yang dia maksud. Namun dia menyebut pengalaman sang jenderal tua itu.

“Bukan, tapi yang punya pengalaman anti-demokrasi,” ujarnya.

Andi Arief mempertegas soal isi cuitannya ketimbang menyebut nama jenderal tua itu. Dia mendorong Mahfud menyerap aspirasi kalangan masyarakat sipil daripada mendengar masukan jenderal tua yang tak disebutkan namanya.

(Detikcom)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News