Oleh: Abu Muas T.(Pemerhati Masalah Sosial)
Tak disangka atau tak diduga, akhirnya suasana kebatinan yang cukup mengharukan sekaligus disesalkan, rela atau tidak rela, kita merasakan keharuan atas berpamitan dan undur dirinya presiden kita yang setiap Selasa malam menyapa kita.
Sapaan khas presiden kita yang setiap Selasa malam menyapa kita dengan suara khas pula lewat sapaannya, “pemirsa” atau sapaan saat akan rehat yang dapat ditiru cucu penulis yang baru berusia tiga tahun dengan sapaan, “pemirsa kita rehat sejenak” sambil menunjukkan jari telunjuknya ke pemirsa, sepertinya tidak akan bisa kita lihat dan dengar lagi pada setiap Selasa malam untuk dalam batas waktu yang tak terbatas.
Pertanyaannya, siapakah presiden yang telah berpamitan sekaligus undur diri tersebut? Tak lain dan tak bukan, dia-lah Presiden ILC, Karni Ilyas yang dengan penuh keharuan dan berat hati harus berpamitan undur diri dengan para pemirsanya saat cloosing ILCKarniPamit.
Terlepas siaran acara ILC yang tak luput dari munculnya pro-kontra, karena memang ILC hanya mendiskusikannya dan pemirsalah yang menyimpulkannya, paling tidak, ILC telah dapat menjadi tontonan sekaligus “tuntunan” dalam tanda petik.
Topik-topik kekinian yang diangkat ILC dengan menghadirkan dua kubu yang berseberangan dalam menyikapi topik hangat yang diangkat, dapat menambah pembelajaran tersendiri bagi pemirsanya untuk mendewasakan diri dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Berakhirnya diskusi di ILC dengan mengangkat topik terhangat yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, timbul sebuah pertanyaan, ada apa di balik pembredelan atau pembungkaman acara idola sekelas ILC ? Adakah sebuah penekanan yang signifikan sehingga produk jurnalistik untuk pencerahan kepada pemirsanya harus dihentikan?
Akhirnya, penulis ucapkan selamat berhenti sejenak kepada Bang Karni Ilyas dalam gelaran ILC. Boleh-boleh saja ILC dihentikan, tapi Bang Karni harus ingat ada pesan mulia dari sahabat Rasul, Abu Dzar Ra yang berpesan kepada kita semua dengan sebuah prinsip yang kuat bahwa, “Kebenaran tidak boleh bisu, kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran”. Bang Karni, teruslah menyuarakan kebenaran sepanjang hayat di kandung badan.