Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa disidangkan di Tribunal jika terbukti memerintahkan penembakan mati enam Laskar Front Pembela Islam (FPI).
“Jika terbukti Jokowi memerintahkan penembakan mati enam Laskar FPI, berarti melakulan pelanggaran HAM berat yang secara prosedur hukum disidangkan di Tribunal, bukan di PN,” kata mantan anggota DPR Djoko Edhi dalam pernyataan kepada wartawan, Kamis (17/12/2020).
Kata Djoko, dalam kasus penembakan mati enam Laskar FPI yang dicari sosok yang memerintahkan. “Di kasus 6 syuhada itu, yang dicari adalah perintah penembakan. Presiden jokowi sudah menyatakan menolak Tim Independen,” jelasnya.
Menurut Djoko, hukum di Amerika Serikat (anglo saxon law), penembak orang dari jarak dekat adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). “Jadi ada dua extra: tembak jarak dekat dan extra judicial killing (pembunuhan di luar hukum atas nama hukum). Itu disebut pembantaian. Bukan pembunuhan biasa,” ungkapnya.
Politisi PKS, Mardani Ali Sera menilai meninggalnya enam Laskar FPI oleh polisi merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat dan harus segera diselesaikan.
Dalam utasnya di Twitter, Mardani menyampaikan jika rekontruksi peristiwa penembakan enam orang anggota FPI yang dilakukan oleh pihak kepolisian bisa dianggap sebagai titik awal. Namun, ada banyak perbedaan data dan informasi yang disampaikan oleh polisi dan FPI. Hal itu dikhawatirkan bisa memecah belah opini di masyarakat.
“Sampai saat ini publik masih menunggu terbukanya fakta dan data yang benar-benar jelas dan terbuka dari hasil investigasi yang sejauh ini dilakukan kepolisian secara mandiri. Terlebih karena pihak kepolisian ikut terlibat dalam kasus penembakan tersebut,” tulis Mardani.