Anggota TNI melanggar undang-undang yang mencopot baliho Imam Besar Habib Rizieq Syihab (HRS) di wilayah Jakarta. Berdasarkan undang-undang, Satpol PP yang mempunyai wewenang mencopot baliho.
“TNI mencopot baliho tidak ada alasan hak (wewenang) berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu ada pada Satpol PP yang notabene berada di bawah Gubernur DKI Jakarta,” kata Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan dalam pernyataan kepada suaranasional, Sabtu (21/11/2020).
Kata Abdul Chair, pencopotan baliho IB HRS seharusnya tidak boleh terjadi karena bertentangan dengan konsepsi jati diri Tentara Profesional sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
“TNI memang memiliki fungsi sebagai penangkal dan penindak terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa,” paparnya.
Abdul Chair mempertanyakan dasar hukum TNI mencopot baliho HRS karena dianggap memulihkan keamanan negara.
“Kapan dan dimana terjadinya kekacauan keamanan tersebut? Tidak ada fakta hukum yang menjelaskan kondisi demikian. Jika Pangdam Jaya berpandangan sebaliknya, maka tentu bertentangan dengan doktrin hukum pidana yang mempersyaratkan harus adanya perbuatan konkrit (materil) dengan menunjuk locus dan tempus delicti,” paparnya.
“Jika sebatas perkiraan analisis intelijen, dipertanyakan pula validitas sistem deteksi dini (early warning system) dan sumber informasi darimana dia mendapatkannya,” ungkap Abdul Chair.