Oleh: M Rizal Fadillah
Telah siap rencana kepulangan Habib Rizieq Syihab (HRS) ke Indonesia tanggal 9 dari Jeddah dan 10 November di Bandara Soekarno Hatta. Di dalam negeri berbagai kelompok masyarakat mempersiapkan penyambutan dari Bandara menuju tempat kediaman. Rapat-rapat dilaksanakan di berbagai daerah. Tentu Jakarta, Banten dan Jabar prioritas untuk massa penjemput.
Sementara sikap Pemerintah menunjukkan banyak warna baik mempersilahkan maupun mengkhawatirkan. Ada pula yang mengancam soal kerusuhan dan bongkar bongkar kasus hukum. Yang menarik adalah
“perang alasan” antara Menkopolhukam Mahfud MD dan Agus Maftuh yang disebut HRS “Dubes tak cerdas” dengan Habib Rizieq Shihab sendiri.
Menurut Mahfud MD berdasar info Dubes Agus Maftuh, HRS pulang karena over stay dan menghadapi pemulangan paksa (deportasi) dari Pemerintah Saudi. Sedangkan menurut HRS kembalinya bukan deportasi atau over stay. HRS mengancam akan mengambil langkah hukum bagi penuduh over stay.
Ada empat skenario yang mungkin terjadi, yaitu :
Pertama, semua berjalan mulus. Jemput di bandara dan konvoy kendaraan jama’ah menuju Jakarta. Pihak kepolisian hanya menertibkan massa penjemput. Efek psiko politis penjemput yang sangat banyak tentu menguntungkan HRS. Pemerintah bersahabat atau sebaliknya tak berdaya ?
Kedua, terjadi kericuhan di bandara, HRS langsung ditangkap dengan tuduhan penyebab atau penyulut kerusuhan. Kelompok penyusup sukses beraksi. Dibuat massa buatan yang melakukan perusakan di bandara atau perjalanan. Atau bisa saja HRS ditangkap dengan alasan kasus-kasus lama.
Ketiga, mengisolasi HRS setiba di Jakarta dengan alasan Covid 19. Meski ungkapan Kemenkes aneh juga sebab kemarin Pompeo dan lainnya tidak. Memperkecil ruang gerak aktivitas HRS dan mencegah membludak tamu di Markas FPI atau kediaman HRS. Pemerintah menimbang langkah lanjutan.
Keempat, demo tandingan dibeberapa tempat yang menegasi HRS dengan berbagai ocehan. Asal teriak saja, ya sedikit bakar bakar poster. Sebagaimana biasa demo “nasbung” seperti ini berbiaya. Karenanya jumlah menjadi terbatas. Asal ada saja. Foto dan berita buat media.
Melihat antusiasme masyarakat untuk menjemput ke bandara, nampaknya akan menjadi aktivitas fenomenal. HRS menjadi figur ikutan perubahan yang didambakan. Status quo yang otoriter dan menjemukan tersentak dengan hal ini.
Bagi rezim yang korup, tak punya rasa malu, sewenang-wenang, gemar rekayasa, serta sensitif, maka kepulangan HRS yang dijemput massa besar, menimbulkan kegamangan. Di tengah wibawa Pemerintah yang merosot, maka fenomena 10 November 2020 dapat mengguncangkan.
Dalam sejarah, kepulangan HRS ini yang paling hangat dibicarakan dan menjadi penjemputan tokoh terbesar. Bagi Jaya Suprana dapat menjadi obyek yang menarik. Tetapi bagi umat Islam yang merasa terpinggirkan dalam proses politik di negara ini, kepulangannya menjadi suplemen penguat perjuangan.
Kita tidak dapat mengetahui persis apa yang terjadi pasca kepulangannya. Hanya saja tapak yang dibuat sebelum kepergian ke Saudi Arabia hingga kini masih menggema yaitu “212”. Berkumpul jutaan orang di Monas mendengarkan Khutbah Jum’at HRS yang menggelegar. Presiden Jokowi adalah salah seorang jama’ah terdepannya.
Sebentar lagi reuni 212 yang biasanya dihadiri jutaan jama’ah pula. Jika benar bahwa HRS jadi pulang, maka reuni 212 tahun 2020 akan menjadi ajang penting perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia. Ada kekuatan magnetik dari salah satu pemimpin umat yang disegani (ditakuti) penguasa, Habib Rizieq Shihab.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 November 2020