Banyak Alat Bukti JPU Tidak Valid untuk Mendukung Dakwaan KIvlan Zen

Persidangan perkara Kivlan Zen mulai sepi peminat. Bukan karena tidak menarik lagi tapi karena kendala Covid-19. Selain itu, tiada hari tanpa demo menolak Omnibus Law di jalan sehingga pengunjung kuatir terjebak macet saat pulang.

Terkait fenomena antusias pengunjung, Sekjen Gerakan Advokat & Aktivis (GAAS) Suta Widhya SH mengamati hanya pihak kepolisian unit Jatantras Polda Metro Jaya yang konsisten hadir.

“Mereka hadir tidak sebanyak di awal-awal persidangan yang sempat diprotes oleh anggota PH seakan mendominasi jatah kursi pengunjung,” kata Suta membandingkan suasana pengunjung sidang perkara Kivlan Zen di PN Jakarta.

Pada Jumat (23/10) siang merupakan sidang yang seharusnya menampilkan Azuarmi alias Armi. Tapi, saksi yang satu tidak terlihat batang hidungnya. Menurut JPU saksi yang satu masih berada di Palembang dan kehabisan ongkos untuk hadir ke persidangan.

Hingga hari Jumat (23/10) sidang purnawiran TNI dengan 2 bintang ini sudah terasa kehilangan arah. Karena tidak mampu membuktikan pemberian uang Kivlan itu untuk membeli senjata. Sidang Kivlan terkait kasus senpi ilegal ini sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Padahal JPU membacakan surat dakwaan kasus sejak 10 September 2019.

Mantan tentara yang pernah berhasil membebaskan tawanan Pejuang Moto di Mindano, Filipina ini didakwa atas kepemilikan senpi ilegal dan peluru tajam dari sejumlah orang tanpa dilengkapi surat-surat resmi.

“Kivlan disebut jaksa melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 56 ayat (1) KUHP, kata Advokat Tonin Tachta Singarimbun SH kepada awak media.

Saat Majelis hakim mengatakan bahwa akan ada pemeriksaan ahli, Tonin menolak karena keterangan dari saksi fakta belum sepenuhnya selesai. Contohnya, Habil Marati mestinya bisa diajukan sebagai saksi fakta, namun entah kenapa tidak ada berkas yang terkait dengan Habil dalam berkas dakwaan Kivlan Zen.

Kivlan sendiri mengatakan dirinya berharap mendengar keputusan Majelis Hakim memutuskan penghentian proses persidangan. “JPU seakan memaksa diri untuk membuktikan saya bersalah. Padahal dalam persoalan uang yang ditukar di Money Changer dengan petugas bernama Regita saat itu tidak mampu mereka hadirkan. Tadi saya bantah keterangan JPU staf money Changer baru saja melahirkan. Sudah lebih 3 bulan bayinya lahir dan saat ini ia di Sukabumi.” Tutur Kivlan usai persidangan.

“Sehingga pantas saya ingin ia dihadirkan ke persidangan karena tanggal penukaran orang dolar Singapura tidak cocok dengan kenyataan yang sebenarnya. Uang Rp. 150.000. 000 itu pun bukan uang dari Habil Marati, tapi Habil hanya menambah Rp. 50 juta untuk mengadakan aksi kewaspadaan atas bahaya komunis di Indonesia,” pungkas Kivlan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News