UU Penanganan Covid-19 Bertentangan dengan Prinsip Hukum Pidana

Undang-undang penanganan Covid-19 sangat jelas mengandung ketidaktaatan asas, bertentangan dengan prinsip-prinsip (doktrin) hukum pidana.

Dengan keterangan ahli dari pemohon DR Abdul Chair Ramadhan, SH, MH dalam Pengujian UU No. 2 Tahun 2020 Tentang Penanganan Covid-19, dengan Nomor Perkara 43/PUU-XVIII/2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui daring, Kamis (22/10/2020).

Kata Abdul Chair, UU No. 2 Tahun 2020 tentang penanganan Covid-19 memberikan peluang terjadinya rekayasa dalam bekerjanya sistem hukum pidana.

“Jika norma Pasal 27 UU Penanganan Covid 19 tetap ada dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka akan memberikan justifikasi kepada pemerintah untuk melakukan tindakan rekayasa dalam penerapan hukum. Kesemuanya itu bertentangan dengan aksiologi hukum yang dianut oleh UUD NRI 1945,” ungkap Abdul Chair.

Konstruksi norma pada pasal 27 UU Penanganan Covid 19, membuka peluang rekayasa hukum yg menyebabkan rusaknya Sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) yang berlaku di Indonesia.

“Tidak dapat dibenarkan adanya analogi dalam Pasal 27 UU Penanganan Covid-19 terkait dengan keadaan darurat dengan mempersamakannya dengan ketentuan keadaan darurat dalam Pasal 48 KUHP. Hukum Pidana tegas melarang analogi,” ungkapnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News