Dua jurnalis CNNIndonesia.com mengalami kekerasan fisik dan intimidasi saat meliput demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (8/10). Salah satunya, diduga dipukul oleh aparat kepolisian di kawasan Jakarta Pusat.
Selaku korban, Thohirin menjelaskan insiden kekerasan dan intimidasi yang dialaminya. Saat itu dia sedang bertugas meliput demo di sekitar Simpang Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis malam.
“Kepala saya dipukul pakai tangan, satu sampai tiga kali, saya lupa. Hp saya dirampas, dibuka, diperiksa geleri, kemudian dibanting. ID pers saya juga diambil lalu dibuang,” kata Thohirin menceritakan kejadian tersebut.
Kejadian itu bermula sekitar pukul 20.47 WIB. Saat itu aparat mulai memukul mundur massa aksi yang sebelumnya menguasai Simpang Harmoni. Aparat berkali-kali menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Melihat kondisi itu, Thohirin berinisiatif merekam peristiwa tersebut. Dia berdiri di belakang barikade polisi. Tidak ada rekan wartawan yang mendampinginya ketika itu.
“Saya merasa aman karena saya berada di belakang polisi,” kata Thohirin.
Beberapa saat kemudian, dia melihat aparat menangkap 3-5 orang peserta aksi yang yang diduga sebagai perusuh. Thohirin melihat mereka dipukuli polisi. Bahkan salah satunya pingsan.
“Saya melihat kejadian itu. polisi yang melihat saya langsung menghampiri. Saya ditanya apakah mengambil gambar atau video. Saya bilang tidak,” kata Thohirin.
Namun polisi tidak percaya. Mereka kemudian memaksanya mengeluarkan ponsel dan meminta membuka galeri. Thohirin terpaksan mengikuti permintaan tersebut.
“Satu-satunya yang bikin mereka jengkel, setelah membuka Hp, mereka melihat gambar saat aparat memiting massa aksi yang ditangkap,” ujar Thohirin.
Polisi marah melihat foto tersebut dan menuduhnya seenaknya mengambil gambar. Namun Thohirin merasa tak ada yang salah dengan pengambilan gambar tersebut lantaran memang tugasnya sebagai jurnalis.
“Setelah itu, Hp saya diambil. Saya diinterogasi, dimarahi. beberapa kali kepala saya dipukul. Untung saya pakai helm,” ujar Thohirin.
Bahkan salah satu polisi mengancam Thohirin akan membanting ponselnya.
“Kamu percaya enggak Hp kamu bisa saya banting,” kata polisi seperti ditirukan Thohirin.
Thohirin sempat memohon agar polisi tidak merusak alat kerjanya tersebut. Namun anggota polisi lainnya memprovokasi untuk membanting ponsel. Seketika itu ponsel Thohirin dibanting.
“Saya pasrah. Saya tak sempat berpikir apa-apa lagi. Hp saya tinggal. Saya tidak kepikiran menjadikan itu barang bukti, lagipula kalau saya ambil itu Hp, saya bisa jadi akan lebih menerima intimidasi,” ujarnya.
Setelah menerima intimidasi itu, Thohirin kemudian pergi dan mencari rekannya. Dia juga mengabari tim redaksi di kantor untuk mendapatkan bantuan.
Selain Thohirin, jurnalis CNNIndonesia.com di Surabaya, Farid Miftah Rahman, juga mengalami intimidasi saat meliput demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Saat itu kericuhan pecah di Gedung Negara Grahadi Surabaya sekitar pukul 15.29 WIB, Kamis (8/10). Usai ricuh, sejumlah polisi menangkap massa aksi. Mereka dibawa ke sisi dalam gedung.
Farid berinisiatif memotret peristiwa penangkapan tersebut. Namun saat memotret, sejumlah anggota polisi kemudian mengerubutinya.
“Mereka mengancam dan memaksa saya menghapus foto di handphone. Mereka juga mencoba merebut handphone saya,” ujar Farid.
Salah seorang anggota polisi yang mengenakan banch kuning bahkan nyaris membanting ponsel Farid. Namun ponsel itu tetap digenggam.
Tak berhenti di situ, sebanyak 5-6 polisi muda kemudian mengerubutinya. Salah seorang di antara mereka, bernama Fatkhur, bahkan mengancam hendak mementung Farid.
“Mas, mau saya pentung?” ujar polisi itu, seperti diceritakan Farid.
Melihat kejadian itu, sejumlah polisi lainnya melerai dan memanggil Kabid Humas Polda Jatim. Tak lama setelah itu, Farid lalu menyingkir dan meninggalkan lokasi.
(pmg/pmg/cnnindonesia)