Buzzer berpotensi memunculkan konflik sosial-horisontal. Hubungan antar kelompok dan agama dirusak. Kehidupan sosial dan berbangsa menjadi tak nyaman.
Demikian dikatakan Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Tony Rosyid dalam artikel berjudul “Buzzer dan Potensi Konflik Bangsa”.
Menurut Tony Rosyid, kegaduhan selama ini sumbernya bukan ada tidaknya kaum radikal dan makar, tapi problem utamanya adalah adanya kelompok-kelompok bayaran yang bekerja secara sistemik menggaungkan isu radikalisme dan makar. “Dari sinilah potensi konflik sangat menghawatirkan,” paparnya.
Kata Tony Rosyid, Buzzer melakukan stigmatisasi makar, bahaya khilafah, Islam garis keras, ekstremisme dan radikalisme. Narasi ini untuk membunuh karakter dan gerakan kelompok yang diidentifikasi sangat kritis kepada pemerintah.
“Sweeping, intimidasi dan persekusi oleh kelompok swasta berseragam juga seringkali menjadi bagian dari operasi buzzer. Tentu, ada anggarannya sendiri. Gak ada anggaran, gak akan jalan,” jelas Tony Rosyid.
Operasi buzzer diduga menjadi salah satu sebab utama kegaduhan sosial dan politik selama ini. Sejumlah aktor yang selalu muncul ketika datang kritik kepada pemerintah adalah bagian dari salah satu model operasi buzzer yang selalu membuat kegaduhan situasi politik di negeri ini.
“Kalau dilihat aktornya, macam-macam jenis buzzer. Dari yang ecek-ecek, buzzer kelas kampung yang hanya cukup diprovokasi, hingga yang paling canggih dan profesional. Kalau sudah berurusan dengan IT, maka buzzer yang diterjunkan dan beroperasi adalah dari kalangan profesional,” pungkas Tony Rosyid.