Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Suteki membongkar berbagai agenda tersembunyi bersikerasnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
“Ada beberapa tangkapan indikasi mulai terkuaknya agenda tersembunyi tersebut berdasarkan rangkaian peristiwa berikut ini. Pada prinsipnya diperoleh fakta yang mengesankan adanya upaya untuk membenturkan agama khususnya Islam dengan Pancasila,” kata Suteki di akun Facebook-nya.
Kata Suteki, bersikerasnya pengesahan RUU HIP didahalui berbagai fakta pertama, adanya pernyataan Ketua BPIP di bulan Pebruari 2020 bahwa (1) musuh terbesar Pancasila adalah Agama, (2) penggantian Assalamu’alaikum dengan Salam Pancasila ( di ruang publik) serta (3) keinginannya untuk menggeser kitab suci di bawah konstitusi. RUU HIP ini tentu dapat dilacak keterhubungannya dengan rentetan pernyataan-pernyataan Ketua BPIP yang salah jika ditinjau dari perspektif Islam.
Fakta kedua, kata Suteki, adanya pernyataan Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto terkait dengan persetujuannya dimasukkannya Tap MPRS XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan menganut, mengembangkan dan menyebarkan ideologi komunisme, marxisme-leninisme ke dalam RUU HIP dengan syarat agar ideologi lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila juga dilarang.
“Hasto menyebut dua paham yaitu khilafahisme dan radikalisme. Padahal khilafah itu ajaran Islam dan yang karakternya radialkal itu semua ideologi,” paparnya.
Menurut Suteki, fakta ketiga, adanya upaya Kementerian Agama untuk penggeseran materi pelajaran khilafah dan jihad dari fikih menjadi bagian dari materi sejarah, misalnya dengan Implmentasi KMA 183 dan 184 2019 pada tahun Ajaran 2020/2021.
“Di samping itu ada upaya untuk melakukan kerja besar-besaran merevisi kurikulum dengan tujuan melakukan moderatisasi ajaran Islam yang dipandang radikal, khususnya jihad dan khilafah,” paparnya.
Fakta keempat, menurut Suteki, adanya usaha nyata partai politik tertentu di daerah (DPRD Kota Cirebon) untuk memasukkan apa yang mereka sebut ideologi khilafah sebagai ideologi terlarang dalam Ikrar Menjaga NKRI dan Pancasila (6 Juli 2020) yang disejajarkan dengan ideologi komunis yang jelas sudah dilarang dengan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 jo UU No. 27 Tahun 1999 jo Pasal 107 abcdef KUHP.
“Berdasar pemberitaan yang ada, ketika Ketua DPRD Kota Cirebon mencoret kata khilafah justru ada seseorang yang mengatasnamakan PCNU Kota Cirebon melaporkannya ke Polisi dengan tuduhan penodaan terhadap Pancasila,” jelasnya.
Kata Suteki, fakta kelima, ancaman MenpanRB terhadap ASN yang terbukti menganut dan mengembangkan yang ia sebut sebagai ideologi khilafah.
Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa ASN apabila terbukti menganut dan mendukung paham khilafah, maka terhadap ASN tersebut sesuai Pasal 87 ayat 4 huruf b UU 5/2014, diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 (13/7/2020).
“Padahal diketahui bahwa khilafah itu bukan ideologi, melainkan sistem pemerintahan berdasarkan ajaran Islam. Di sisi lain, betulkah pada aturan ASN ada kata ideologi khilafah sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945?” pungkasnya.
Suteki mengatakan, upaya mendegradasi keluhuran ajaran Islam terkesan terus diupayakan dengan phobia yang tidak beralasan. Negeri ini tidak pernah hancur karena isu radikalnya ajaran Islam karena umat Islam memang bukan umat yang menggaungkan radikalisme busuk (peyoratif) yang patut diduga terus dihembuskan oleh pemerintah sendiri.
“Umat menjadi terpojok dan dipojokkan oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan-kebijakan yang tidak populis bahkan bisa dikatakan radikal juga. Antara lain dapat pula dikritisi kebijakan di bidang pendidikan yang dapat menjadi sasaran untuk menghadapkan antara negara dan agama,” pungkasnya.