Oleh: Jacob Ereste
Kapolri Jenderal Idham Azis bakal menindak tegas pihak yang menyelewengkan dana bantuan sosial di masa pandemi Covid-19. Langkah itu diambil Idham Azis menyambut perintah Presiden Joko Widodo yang meminta aparat hukum untuk ‘menggigit’ oknum pejabat yang korupsi di tengah pandemi Covid-19. (Tempo.Co, 15 Juni 2020 : Kapolri Akan Sikat Oknum Yang Korupsi Bansos Terdampak Cobid-19 )
“Ya, dalam situasi kondisi pandemi seperti ini, apabila ada yang menyalahgunakan, maka Polri tidak pernah ragu untuk ‘sikat’ dan memproses pidana,” ujar Idham Azis.
Kapolri telah membentuk Satuan Tugas di bawah pimpinan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan menindak oknum jika terbukti menyalahgunakan dana Covid-19.
Masalahnya sampai hari ini belum ada oknum yang ditindak, meski keresahan warga sudah bermunculan dimana-mana.
Sikap tegas yang dijanjikan Kapolri itu terkait dengan pernyataan Presiden yang neminta kepada Rakyat yang tidak mendapat bantuan harap melapor. (Persigap.Co.Id April 26, 2020). Soalnya rakyat tak paham harus melapor ke mana. Sebab rakyat yang memberang sudah banyak terjadi dibebagai tempat dengan melabrak langsung petugas pelaksana pembagi bantuan sosial yang merupakan hak bagi warga masyarakat untuk mendapatkannya. Sebab dana yang digunakan adalah uang takyat juga. (Baca Jacob Ereste : Bantuan Dari Indtansi Pemerintah Itu Adalah Hak Bagi Rakyat). Karena itu partisipasi rakyat untuk memantau dan ikut mengawasi realisasi pelajsanaan pembagian Bantuan itu — apapun nama dan bentuknya–adalah kewajiban juga.
Oleh karena itu desakan Bambang Widjojanto terhadap KPK untuk mebuka penyidikan pada dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Kartu Prakerja tak ada alasan untuk ditunda-tunda. Sebab semakin lama tertunda akan semakin banyak yang terlibat dan akan semakin besar pula dananya yang menguap.
Hasil kajian KPK terkait program Kartu Prakerja harus dihentikan. Karena dari kajian KPK menemukan sejumlah masalah dalam empat aspek terkait dengan tata laksana yang perlu dilakukan perbaikan dalam implementasi program tersebut.
Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluh dengan ptoyeksi dana penanganan penyebaran birus corona dan Pemulihan Ekonomi 7Nasional (PEN) melonjak hingga Rp 905,1 triliun. (CNN Indonesia 19 Juni 2020). Rinciannya Rp 87.5 triliun untuk kesehatan, Rp 203.9 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 120.61 untuk insentif usaha, Rp 223.46 triliun untuk UMKM, Rp 53.57 triliun untuk biaya korporasi, dan Rp 106.11 triliun bagi sektor kementerian/ lembaga serta pemerintah daerah.
Sedangkan untuk belanja negara
Udiperkirakan naik dari Rp 2.613,8 triliun menjadi Rp 2.720,1 triliun. Lain lagi dengan cerita Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso yang sudah berutang Rp 28 triliun dan terancam tidak dicairkan dana talangannya. Sehingga Buwas — begitu panggilan bekennya Budi Waseso–mempertanyakan secara terbuka apakah Bulog memang mau dibubarkan oleh pemerintah.
Selain itu kata Buwas Kementerian Keuangan mencoret Perum Bulog sebagai prioritas penerima bantuan dana talangan untuk modal kerja pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (CNBC Indonesia, 19 Juni 2020).
Ikhwal beras yang dibagikan dalam paket Bansos dari Kemenskertrans misalnya, kualitas sangat rendah. Termasuk mei instans yang belum dikenal merk-nya. Kecuali itu paket Bansos yang dibagikan Kemenakertrans pada 17 Juni 2020 untuk buruh ini disertai 9 kaleng sardencis ukuran kecil dan 1 kg minyak goreng yang pada saat hendak dibagi diklaim bernilai Rp 600 ribu. Realitasnya tak lebih dari Rp 300 ribu saja.
Lalu adakah upaya klarifikasi, tindakan atau perbaikan dari item sembako untuk kaum buruh yang agak lebih manusiawi ?
Semoga saja paparan ini dapat dibaca oleh Presiden dan Kapolri. Agar apa yang kita katakan bukan cuma omong kosong.
Banten, 21 Juni 2020