Serpong – Niat Pemerintah mengajukan RUU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) untuk penyediaan lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, dinilai Wakil Ketua Fraksi PKS, Mulyanto masih jauh panggang dari api.
Mulyanto menyebut dalam RUU setebal lebih dari seribu halaman itu fokus dan memihak pengusaha besar ketimbang pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Walaupun jargon yang diangkat Pemerintah terkait RUU Ciptaker adalah untuk menciptakan lapangan kerja namun kalau dicermati pasal-pasal di dalamnya, khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan dan UMKM, tidak mencerminkan hal tersebut.
Bisa dibilang RUU Ciptaker ini lebih didedikasikan untuk kemudahan berusaha dan investasi pengusaha besar dan investor asing, bukan UMKM dan tenaga kerja Indonesia. Klaster terkait ketenagakerjaan jelas-jelas tidak memihak tenaga kerja Indonesia, bahkan lebih memihak pengusaha, investor dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Dan klaster ini katanya mau didrop Pemerintah, namun sampai hari ini, yang saya ketahui, tidak ada surat resmi kepada DPR terkait hal tersebut,” tegas anggota Badan Legislasi DPR ini.
Mulyanto menilai ketentuan dalam RUU Ciptaker terkait mengangkat harkat dan martabat UMKM masih seadanya. Padahal fakta potensi tenaga kerja Indonesia yang terserap dalam sektor UMKM ini sangatlah besar, yakni sebanyak 117 juta tenaga kerja atau sebanyak 97 % dari total tenaga kerja Indonesia. Jumlah yang sangat besar, dibandingkan dengan tenaga kerja yg dikontribusikan sektor usaha besar yang hanya sebesar 3%.
Di sisi lain, kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 8.600 triliun Rupiah atau sebesar 61% dari total PDB nasional. Sementara sumbangan usaha besar hanya sebanyak 5.500 triliuan Rupiah atau sebesar 39 %.
“Luar biasa kontribusi sektor UMKM ini terhadap ketenagakerjaan kita, yakni sebesar 97% dari total tenaga kerja nasional, juga terhadap PDB nasional. Namun kalau kita bedah draft RUU Ciptaker yang setebal 1.027 halaman ini, maka jangan kaget kalau pasal-pasal terkait dengan pembahasan UMKM hanya sebanyak 8 halaman, tidak lebih, atau hanya sebanyak 0.8%.
Dari seluruh pasal dalam RUU Ciptaker yang sejumlah 174 pasal, pasal terkait UMKM hanya sebanyak 14 pasal. Pasal-pasal yang ada itupun masih bersifat normatif, belum konkret.
Jadi logika sederhananya ketentuan dalam 1.020 halaman atau sekitar 99.2% dari RUU Ciptaker ini, lebih didedikasikan untuk usaha besar dan investor asing. Bukan untuk UMKM, karena terkait UMKM hanya dibahas dalam 8 halaman.
Ini semua tentunya menjadi renungan untuk kita bersama. Memihak kepada siapa RUU Ciptaker ini”, sindir Mulyanto.
“Masyarakat perlu mencermati dan membuka mata lebar-lebar terhadap pembahasan RUU Ciptaker ini. Di tengah pandemi ini, Pemerintah dan DPR memaksa untuk membahas cepat RUU Ciptaker, yang nota bene 99.2% nya lebih didedikasikan untuk para pengusaha besar,” papar Mulyanto.
Mulyanto khawatir Pemerintah didikte untuk melayani kemauan pengusaha besar dan investor asing untuk meliberalisasi perekonomian nasional kita. Ini tentu tidak kita inginkan. Yang ingin kita bangun adalah kedaulatan ekonomi nasional yang inklusif, yang memihak mayoritas pengusaha nasional, yang mengokohkan tenaga kerja Indonesia.
Karena itu Mulyanto mengajak masyarakat untuk memcermati secara seksama pembahasan pasal-pasal dalam RUU Ciptaker yang sekarang sedang digodog di DPR ini.
“Pemerintah harusnya lebih memikirkan dan mengutamakan nasib rakyat yang saat ini kesulitan mencari kerja. Pemerintah harus dapat memberi solusi yang adil bagi semuanya,” pungkasnya.[subhan/kontributor]