LAMONGAN – Dapur umum yang diadakan di 27 kecamatan dikemas dengan nasi kotak 1000 hingga 1300 perhari, bentuk peduli Pemkab Lamongan terhadap warga terdampak Virus Corona (Covid-19) refocusing APBD Lamongan tahun anggaran 2020 sebesar Rp 5,8 Miliar, banyak menuai protes dari masyarakat.
Masyarakat menilai nasi kotak dimasing-masing kecamatan yang diberikan untuk warga terdampak, sangat kurang layak, nasinya terlalu keras, mie bihunnya ada yang basi dan ayam atau lauk-pauknya juga sangat kecil, tidak sebanding dengan anggaran yang digunakan.
“Kalau itu sih untuk perkotaknya perkiraaan hanya Rp 5000 saja, nasinya hanya sekepal tangan, terus dikasih mie sama ayam saja, tidak ada yang lainnya,” ujar warga yang wanti-wanti untuk tidak disebutkan namanya.
Warga mengungkapkan, semenjak ada dapur umum di 27 kecamatan dengan bagi-bagi nasi kotak untuk berbuka puasa, atas kepedulian Pemkab Lamongan terhadap warga yang terdampak Covid-19 tersebut, warga menganggap kurang tepat, dan hanya membuang anggaran saja.
Sementara itu, kepala seksi dapur umum, M Fahrudin saat dikonfirmasi wartawan berkaitan dengan adanya tanggapan miring dari masyarakat perihal nasi kotak dimasing-masing kecamatan, pihaknya mengatakan itu adalah haknya masyarakat untuk menilai.
“Yang jelas kita dari pihak Pemkab Lamongan sudah berusaha untuk membantu dan peduli kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 dengan memberikan nasi kotak yang proses memasaknya ada di kecamatan,” ujar M Fahrudin diruangan kerjanya, Rabu (06/05/2020).
Fahrudin mengatakan, program dapur umum peduli Covid-19 di Lamongan yang dimulai sejak Kamis lalu dengan pengadaan nasi kotak 1000 hingga 1300 per-kecamatan, yang menyerap refocusing anggaran senilai Rp 5,8 miliar tersebut awalnya diagendakan berjalan selama 20 hari.
“Karena sekarang sudah banyak bantuan dari Provinsi dan Pemerintah Pusat program tersebut hanya dilakukan selama 7 hari, terakhir hari ini, sambil kita evaluasi kedepan,” tutur Kepala Seksi Dapur Umum, yang juga Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lamongan tersebut.
Menurut dia, kalau hanya berjalan selama 7 hari, itu hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp 2 Miliiar lebih, jadi tidak seutuhnya anggaran Rp 5,8 Miliar tersebut digunakan. Kita juga masih melakukan evaluasi, apakah akan dilanjutkan atau tidak program dapur umum tersebut.
“Untuk berasnya memang dari Dinas Ketahanan Pangan Lamongan, kalau bungkus kotaknya disuplai dari Pemkab, dan sebagian peralatan memasak juga dipinjami, pihak kecamatan hanya tinggal memasak nasi dan lauk-pauknya saja,” ungkap Fahrudin.
Dia menambahkan, kalau nasi kotaknya dinilai masyarakat kurang memadai, itu memang tergantung dari masing-masing kecamatan, karena yang masak juga banyak orang, dengan melibatkan pegawai kecamatan dan juga pihak desa.
“Sekarang saya contohkan, nasi bungkus saja sekarang harganya sudah berapa, hampir Rp 8 ribuan, jadi kalau ada yang ngomong perkotaknya untuk kecamatan dikasih harga Rp 6 ribu, menurut saya itu sudah sepantasnya,” tandasnya.
Seandainya, kata dia, kalau semua yang ikut memasak dan melipat kertas bungkusnya serta yang mendistribusi ke masing-masing desa ikut dianggarkan, apakah tidak akan memakan anggaran yang cukup besar juga.
“Saya berharap kepada masyarakat khususnya warga Lamongan, sebelum berkomentar miring itu hendaknya dicari kebenaranya dulu, jangan langsung ditanggapi dan juga dishare ke media sosial seperti itu,” pungkas Fahrudin.(RINTO CAEM)