Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Dampak dari keterlambatan penentu kebijakan negeri ini dalam mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19), mengakibatkan percepatan penyebaran virus yang satu ini sangat masif hingga semua provinsi kini disinggahinya.
Jika yang singgah di seluruh provinsi itu adalah wisatawan, tentu dunia pariwisata kita akan dapat merasakan gemuknya pundi-pundi devisa. Kali ini yang singgah di negeri kita bukanlah wisatawan, tapi yang singgah adalah virus corona yang notabene tak terlihat kasat mata. Kehadiran virus yang satu ini benar-benar sebagai “destroyer” (perusak) yang menyerang mangsanya tidak pilih-pilih strata sosialnya.
Imbas dari ketidaksiapan negara dalam menghadapi wabah Covid-19 ini, terlihat segalanya serba gagap dalam penanganannya. Sehingga dalam kurun waktu kurang dari 40 hari saja tren pasien yang meninggal dan positif terpapar covid-19 grafiknya terus menaik.
Menyikapi kondisi yang sangat tidak kondusif dalam penanganan percepatan penyebaran covid-19 di negeri ini, dengan dalih demi mengantisipasi risiko penularan Covid-19 akhirnya pemerintah Australia menarik sementara Duta Besar Gary Quinlan kembali ke negaranya yang direncanakan pada Sabtu (11/4/2020)
Tindakan pemerintah Australia yang menarik sementara duta besarnya pulang ke negaranya, apakah tidak termasuk sebuah pelecehan atau penghinaan dari pemerintah Australia terhadap pemerintah Indonesia yang dinilai tidak mampu menangani wabah Covid-19 sehingga mengkhawatirkan terjadinya penularan virus kepada duta besarnya?
Terlepas dari alasan penarikan duta besarnya, layakkah jika tindakan pemerintah Australia itu masuk dalam katagori penghinaan terhadap pemerintah kita sekaligus penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah yang sedang menghadapi wabah Covid-19 ini?
Jika tindakan pemerintah Australia layak disebut sebagai pelecehan atau penghinaan, apakah Surat Telegram dari Kapolri Nomor: ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 tentang penghinaan presiden dan pejabat pemerintah bisa diberlakukan?