Paytren milik Ustadz Yusuf Mansur bubar karena tidak bisa memenuhi syarat minimal dana kelolaan reksa dana yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Demikian ditulis wartawan senior HM Joesoef dalam artikel berjudul “Paytren Aset Manajemen Milik Yusuf Mansur, Bubar!”
Menurut HM Joesoef, Paytren milik Ustadz Yusuf Mansur sudah rontok di tengah jalan karena tidak mampu menghimpun dana masyarakat.
“Selain alasan bahwa investornya bergerak di bidang retil, dan karena itu investasinya kecil, ada alasan yang lebih mendasar. Yakni, faktor kepercayaan,” jelasnya.
Ia mengatakan, Ustadz Yusuf Mansur lupa, bahwa dirinya, sejak tahun 2010, mengalami krisis kepercayaan.
“Hal itu bermula dari investasi batu bara yang gagal pada Januari 2010, lalu Patungan Usaha dan Patungan Aset (2012-2013), Condotel Moya Vidi (2013-2014), Nabung Tanah (2014), Veritra Sentosa Internasional (2013-2014) yang merupakan cikal bakal PayTren, adalah beberapa bisnis Yusuf Mansur yang gagal dan menyisakan persoalan yang tak pernah kunjung berakhir,” ungkapnya.
Kata HM Joesoef, watak dasar Ustadz Yusuf Mansur tidak pernah menyelesaikan jika ada masalah, menjadi saham terbesar kemerosotan kepercayaan itu. Semua bisnis yang disebut diatas berakhir dengan tanpa solusi, termasuk tidak kembalinya investasi yang telah ditanam.
“Tetapi Ustadz Yusuf Mansur tetap saja melaju dengan mimpi-mimpinya. Kasus-kasus yang tidak diselesaikan secara menyeluruh itulah yang membuat namanya kehilangan kepercayaan,” paparnya.
Sedikitnya 5 judul buku telah ditulis untuk memberi teguran kepada Yusuf Mansur. Tetapi, ia tak menghiraukan. Tetap saja, Yusuf Mansur melaju dengan ide-ide baru dan mimpi-mimpinya itu.
Ketika nama tercemar, kepercayaan merosot, ia muncul dengan membuka perusahaan investasi. Meskipun judulnya ada syariahnya, kepercayaan orang sudah turun sangat tajam.
Akibatnya, Yusuf yang bermimpi bisa menghimpun dana trilyunan rupiah, ternyata untuk memenuhi dana pengelolaan yang Rp 10 miliar saja tidak bisa memenuhinya.
“Pasca bubarnya Paytren, persoalan baru akan muncul. Bagaimana dengan investasi yang telah ditanam para investor? Akankah mengalami seperti yang sudah-sudah? Sejarah yang akan mencatatnya,” pungkasnya.