Nama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat ini sedang ramai diperbincangkan setelah Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu, 8 Januari 2020.
Wahyu dijadikan tersangka kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) calon anggota legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan, yaitu Harun Masiku periode 2019-2024. Akhirnya, Harun juga ditetapkan tersangka.
Selain itu, KPK juga tetapkan tersangka terhadap orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu periode 2008-2012, yakni Agustiani Tio Fridelina serta Saeful yang disebut sebagai swasta.
Dari kasus ini, muncul nama Hasto karena beredar kabar DON dan SAE disebut-sebut sebagai asistennya. Dan saat ini KPK akan terus mendalami dan menggali informasi tersebut.
Dengan begitu, ada sederet pembelaan Hasto yang disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Apalagi, Hasto juga dikabarkan menghindar dan mencegah KPK yang ingin melakukan penggeledahan ruang kerjanya di Kantor DPP PDI Perjuangan.
Ada yang sengaja framing
Hasto menilai ada yang memanfaatkan momentum kasus dugaan suap yang dilakukan Wahyu untuk menyeret namanya ikut terlibat. Maka, ia merasa ada yang framing demi kepentingan tertentu.
“Dengan berita ini menunjukkan adanya berbagai kepentingan yang ikut membuat framing,” kata Hasto pada Jumat, 10 Januari 2020.
Contohnya, kata di, ada yang framing seolah-olah Doni adalah stafnya yang ditangkap. Selain itu, framing yang menyebut Hasto menerima dana dan diperlakukan sebagai bentuk penggunaan kekuasaan itu secara sembarangan.
“Saya mencari yang namanya Doni, staf saya ini namanya Doni, sebagai contoh framing. Kita hormati KPK, ketika mengatakan ada beberapa ditetapkan sebagai tersangka, ini tentu saja sebagai proses kemajuan,” ujarnya.
Seluruh staf sekretariat di bawah sekjen
Hasto mengaku belum mengetahui keberadaan stafnya setelah penangkapan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Karena, Hasto sempat mengalami diare.
Kemudian, Hasto berdalih seluruh staf sekretariat memang berada di bawah tanggungjawab sekretaris jenderal partai. Hal ini menanggapi cuitan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief terkait dugaan keterlibatan dua staf Hasto dalam kasus suap Wahyu.
“Kalau informasi itu benar, maka yang bersangkutan itu, salah satu itu adalah kader PDIP. Dan sebagai kader PDIP, dia bertindak seharusnya menjalankan garis-garis kebijakan ideologi partai termasuk untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum,” katanya.
Meskipun sebagai sekretaris jenderal partai bertanggungjawab dalam membina seluruh staf, anggota dan kader partai. Maka, partai tentu saja bertanggungjawab atas tindak para anggota dan kadernya.
“Tetapi ketika itu sudah menyentuh persoalan hukum, partai tidak bertanggungjawab,” ujar Hasto.
Tidak ngumpet di PTIK
Hasto mengaku tidak berada di kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan untuk menghindari proses hukum Tim KPK pada Kamis, 9 Januari 2020.
“Tidak (ke PTIK),” kata Hasto.
Sementara Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengaku tidak mendapat informasi adanya rencana tim penyelidik untuk mengamankan Hasto yang disebut-sebut sedang berada di kompleks PTIK.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, kata dia, tim saat itu tidak melakukan apapun di PTIK. Maka dari itu, menurut dia, peristiwa di PTIK hanya kesalahpahaman.
“Yang saya dapat dari teman-teman penyelidik mereka tidak melakukan apapun, tapi itu salah paham tentang kehadiran mereka tentang keamanan yang ada di sana,” ujarnya.
Namun, Lili memastikan tim penyidik KPK akan terus mendalami dan mengembangkan kasus dugaan suap ini dengan memeriksa sejumlah pihak yang dianggap mengetahui kasus tersebut, termasuk Hasto.
“Soal pemanggilan pihak-pihak terkait yang disebut, misalnya seperti Pak Hasto, ini kembali ke penyidikan. Mungkin tidak saja hanya kepada Hasto, tapi mungkin kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan pengembangan perkara ini pasti juga ada panggilan-panggilan,” kata Lili.[viva.co.id]