Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah ketiak penguasa karena tidak mau membongkar Jiwasraya.
“KPK tak mau bongkar kasus Jiwasraya menandakan lembaga antirasuah itu di bawah ketiak penguasa,” kata pengamat politik Achsin Ibnu Maksum kepada suaranasional, Sabtu (28/12/2019).
Menurut Achsin, harusnya KPK membantu Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus Jiwasraya. “Jangan sampai kasus Jiwasraya berhenti begitu saja,” ungkapnya.
Kata Achsin, masyarakat pesimis dengan pimpinan KPK baru di bawah polisi aktif Firli Bahuri dalam pemberantasan korupsi terutama yang menyangkut kekuasaan dan korporasi besar.
“Nampaknya ada kekuataan besar yang melindungi kasus Jiwasraya sehingga tidak bisa diseret ke ranah hukum,” ungkapnya.
KPK mengaku hanya melakukan pemantauan perkembangan dugaan kasus megakorupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang kini sedang bergulir.
“Sejauh ini sudah dalam penanganan Kejagung. Cukup bagi KPK untuk memantau perkembangan penanganannya,” ucap Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis malam (26/12).
Pemantauan tersebut merupakan bentuk trigger mechanism, yakni mendorong pihak Kejaksaan Agung untuk melakukan penegakan hukum korupsi dengan baik.
Tak mau ikut campur dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 13,7 triliun, lembaga antirasuah meyakini Kejagung mampu menuntaskan kasus tersebut hingga ke akarnya.
“Menaruh kepercayaan pada teman-teman di Kejagung dan Kepolisian adalah cerminan fungsi KPK menjalankan trigger mechanism,” pungkasnya.
Kasus dugaan megakorupsi Jiwasraya ini telah terjadi sejak 2006 saat ekuitas Jiwasraya tercatat negatif sebesar Rp 3,29 triliun hingga akhirnya pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mulai mendalami kasus Jiwasraya pada pertengahan 2019.
Pada perkembangannya, Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus Jiwasraya yang terindikasi adanya tindak pidana korupsi di direksi lama pada Desember 2019. Kejagung menduga adanya indikasi keterlibatan 13 manajer investasi dan mafia pasar modal dengan kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun.
Usai temuan Kejagung, pemerintah kini masih mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi lebih dari satu dekade ini. Salah satu opsi yang dilirik adalah pembentukan holding BUMN sektor asuransi.