Megawati Persilakan Pendukung Khilafah ke DPR, Retorika Kosong Agar Dinilai Demokratis Padahal Otoriter Abis

Pernyataan Megawati yang ‘mempersilakan pendukung khilafah ke DPR’ dan ‘jangan merusak di jalan’ dinilai sebagai retorika kosong untuk menunjukkan seolah dirinya dan rezim petugas partai demokratis.

“Itu hanya retorika kosong Mbah Mega saja, agar dirinya dan rezim petugas partai dinilai demokratis, padahal sejatinya otoriter abis!” ungkap Joko Prasetyo, pengamat sosial politik, kepada suaranasional, Rabu (11/12/2019).

Bila yang dimaksud Mega sebagai pendukung khilafah itu adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ungkap Joko, justru petugas partai dengan otoriter membubarkan HTI tanpa dialog sama sekali, tidak ada surat peringatan sama sekali, apalagi sampai membawanya ke pengadilan sebagaimana diatur dalam UU Ormas 2013.

“Tiba-tiba mencabut Badan Hukum Perkumpulan (BHP) HTI pakai Perppu Ormas untuk menganulir UU Ormas 2013, kan diktator sekali karena tidak ada kegentingan yang memaksa sebagai syarat dibuatnya Perppu,” bebernya.

Lalu sekarang, Mbah Mega bilang, “Bagi mereka yang sangat berkeinginan untuk mendirikan yang namanya khilafah, boleh ke DPR. Kita dengarkan itu. Opo, toh, karepe? (apa, sih, maunya?)”

“Lha, berarti Ketum Partai enggak tahu konsepnya dong? Apalagi si petugas partainya? Jangan-jangan ketika mencabut BHP HTI juga enggak mengerti, apalagi si petugas partai dengan polosnya pernah bilang ‘saya tidak membaca apa yang saya tandatangani’ he… he…” ujar Joko.

Padahal, lanjut Joko, HTI sudah menjelaskan maunya di berbagai kesempatan. HTI jelaskan di situs resminya, tetapi oleh rezim petugas partai diblokir. Setiap bikin lagi, diblokir lagi. “Jadi rezim ini memang tidak mau tahu!” tegas Joko.

Selain itu, Joko juga melihat HTI sering datang ke DPR baik di masa rezim Jokowi maupun di rezim sebelumnya.

“HTI kerap datang menawarkan solusi Islam ke DPR, di masa SBY misalnya, HTI diterima Fraksi PDIP, ketika HTI menolak penaikan harga BBM, dengan gamblang HTI menjelaskan solusi Islam terkait BBM, bahkan dalam beberapa acara diskusi publik yang diselenggarakan HTI, utusan PDIP, misalnya Mauarar Sirait dalam satu kesempatan dan Efendi Simbolon di kesempatan lain, hadir dan dipastikan mendengar dengan jelas konsep solusi Islam yang ditawarkan HTI, dan mereka mengaku diutus oleh Mbah Mega. Mereka sudah lapor belum sama si Mbah?” beber Joko.

Menurut catatan yang dimiliki Joko, terakhir kali HTI datang ke DPR pada Oktober 2017, HTI jabarkan soal khilafah dan definisi ancaman negara di DPR. “Bahkan ketika mendengarkan penjelaskan Ketua HTI, Komisi II DPR dari Fraksi PDIP sampai terharu. Apakah dia tidak menyampaikan solusi Islam yang disampaikan HTI ke Mbah Mega? Di Youtube videonya viral juga, jangan-jangan Mbah Mega enggak nonton juga atau sudah lupa?” ungkapnya seraya memberikan alamat video dimaksud yakni https://www.youtube.com/watch?v=aNYijEhUZHA

Justru PDIP yang Merusak

Sepengamatan Joko, HTI pun tidak pernah merusak fasilitas publik ketika berdemonstrasi di jalan. “Justru banyak bukti menunjukkan PDIP-lah yang kedapatan merusak fasilitas publik dalam berbagai aksinya, salah satunya saat aksi di Radar Bogor, selain merusak properti bahkan sampai memukul staf Radar Bogor,” bebernya.

Selain itu, Joko mempertanyakan mengapa Megawati mempermasalahkan demonstrasi. “Lagian, mengapa mempermasalahkan demonstrasi yang dilakukan para pendukung khilafah? Bukankah menyampaikan aspirasi di ruang publik dijamin UU? Apakah Mbah Mega kupingnya panas sehingga watak otoriternya muncul lalu melarang-larang orang berdemonstrasi?” ujarnya.

Kalau terminologi khilafah yang dipermasalahkan, berarti Megawati anti Islam. “Apa karena para mendemo itu mendakwahkan khilafah? Apa masalahnya dengan terminologi khilafah? Khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan! Mempermasalahkan khilafah berarti mempermasalahkan ajaran Islam? Lho, Mbah Mega ini agamanya apa toh!? Kok jadi anti Islam begitu!?” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News