Grasi Jokowi dan Omong Kosong Pemberantasan Korupsi

Oleh : Nasrudin Joha

Komitmen Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘surganya koruptor’ lengkap sudah. Dari proses revisi UU KPK, pendiaman atas sejumlah tuntutan menerbitkan Perppu KPK, kosongnya visi misi Presiden untuk memberantas korupsi, hingga terakhir Jokowi memberikan grasi kepada penjahat korupsi.

Annas Maamun yang mantan Gubernur Riau dikabarkan mendapat fasilitas Grasi dari Jokowi. Annas sebelumnya dihukum 7 tahun penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hukuman itu bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015. Namun dengan adanya grasi dari Jokowi, hukuman Annas berkurang menjadi 6 tahun penjara.

Salah satu kasus korupsi yang dilakukan Annas terkait sektor kehutanan, yakni dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Riau. Padahal, korupsi di sektor kehutanan ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan.

Selain itu, masih ada pengembangan perkara terkait Annas. Pada 29 Maret 2019, KPK menetapkan 3 tersangka baru yang terdiri atas sebuah korporasi dan dua perseorangan, yaitu: a. PT Palma Satu b. Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Group tahun 2014 dan c. Surya Darmadi selaku pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma

Grasi ini menjadi jalan Tol bagi koruptor lainnya untuk mengajukan hal yang sama. Proses pemberian surga bagi koruptor itu mendapat fasilitas berjenjang.

Pertama, jaminan lepasnya kasus korupsi karena adanya pelemahan KPK ditingkat penyelidikan dan penyidikan. Pada tahap ini, koruptor bisa menyiasati kasus dan mengatur waktu yang pas untuk korupsi agar terhindar dari OTT KPK.

Kedua, proses pemberian fasilitas SP3 baik ditingkat penyidikan dan penuntutan. Bagi koruptor yang modal besar, logika ‘Wani Piro’ bisa dimainkan untuk memperoleh surat sakti SP3.

Ketiga, jika apes sampai kena bui, setelah gagal pada proses banding, kasasi atau PK, koruptor bisa mengambil fasilitas Grasi dari Presiden untuk meringankan atau bebas dari hukuman. Inilah, skenario surga berlapis yang disediakan Jokowi bagi penjahat korupsi.

Jadi, jika ada cebong yang sesumbar Jokowi akan memberantas korupsi, komitmen menegakan hukum, membersihkan birokrasi, itu omong kosong saja. Yang dilihat itu bukan apa yang dikatakan, tapi apa yang dikerjakan.

Isu korupsi ini mirip isu merampingkan birokrasi yang menjadi janji muluk Jokowi. Bukannya merampingkan, Jokowi malah menambah porsi menteri, menambah wakil menteri, menambah jumlah staf dan staf khusus yang berjubel, hingga staf khusus Presiden dan Wapres punya hak mengambil lima asisten.

Jadi sekali lagi, apa yang mau diharapkan jika sudah begini ? Apakah janji muluk memberantas korupsi masih bisa dipercaya ? Sekarang, saatnya untuk meneriakan yel yel : SALAM, MERDEKA KORUPSI ! [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News