Kementerian Kesehatan memastikan draf revisi Peraturan Presiden mengenai Jaminan Kesehatan telah rampung disiapkan. “Izin prakarsa dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah saya selesaikan,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek di Kantor Wakil Presiden, di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.
Menurut dia, sejumlah ketentuan akan termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) ini. Salah satunya mengenai kenaikan iuran. “Insya Allah (iuran naik), karena ini (sistem Jaminan Kesehatan Nasional) sudah kelihatan memang tidak ada sinkronisasi antara penerimaan dan pengeluaran (defisit),” tutur Nila.
Meski memastikan peran sebagai pemrakarsa telah diselesaikan, dia menolak menyebutkan estimasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurut Nila, besaran iuran akan ditetapkan melalui mekanisme perhitungan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kementerian terkait juga akan memberikan masukan atas rancangan yang disiapkan ini. “(Saat ini tahapan pembahasan lintas kementerian) Masih besaran preminya dulu yang dibicarakan, mungkin nanti sistemnya. Memang Pak Presiden (Jokowi) meminta manajemennya ini yang diperbaiki,” lanjutnya.
Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan besaran iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN–KIS) semua kelas untuk ditingkatkan. Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.
Lalu, iuran kelas 2 diusulkan untuk naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Wakil Ketua Komisi Kebijakan DJSN Ahmad Anshori menjelaskan besaran kenaikan yang diusulkan tersebut mempertimbangkan nilai keekonomian pelayanan JKN yang mengacu pada data realisasi belanja JKN. Selain itu, pertimbangan lainnya yakni untuk meningkatkan tarif pelayanan dan mendorong keberlangsungan program JKN.
“Pertimbangan nilai keekonomian pelayanan JKN akan berdampak (untuk) meniadakan defisit, sedangkan pertimbangan tarif pelayanan itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Tetapi, kenaikan iuran belum menjadi solusi permanen terhadap (defisit) program JKN,” ujar Ahmad, Rabu, 7 Agustus 2019. [tempo.co]