Melihat fenomena yang terjadi usai hasil keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Presiden Front Pribumi Ki Gendeng Pamungkas – – sering disingkat KGP– menjadi tertarik untuk memprediksi Indonesia ke depan.
Menurut pengakuan KGP, ia merenung dan menbayangkan bagaimana kecewa leluhur bangsa dan para pendiri bangsa yang utama seperti Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, dan Sjahrir sedih melihat kondisi bangsa ini. Mereka tentu akan menanyakan pada Tuhan Yang Maha Kuasa agar bangsa ini diselamatkan dari kehancuran.
Presiden Front Pribumi Ki Gendeng Pamungkas kali ini merujuk pada Serat yang ditulis Sri Aji Joyoboyo yang disebut memiliki ratusan ramalan soal masa depan Nusantara. Di mana Joyoboyo meramal Nusantara dari masa runtuhnya Kerajaan Kediri hingga sekarang. Di antara ratusan itu, ada delapan ramalan yang relevan dengan peristiwa di Tanah Air saat ini.
Kedelapan ramalan tersebut adalah Murcaning Noyogenggong Sabdopalon, Semut Ireng Anak-anak Sapi, Kebo Nyabrang Kali, Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol, Pitik Tarung Sak Kandang, Kodok Ijo Ongkang-ongkang, Tikus Pithi Anoto Baris dan Reinkarnasi Noyogenggong Sabdo Palon.
Ramalan yang menyebut ‘Pithik jago tarung sak kandang’ (Ayam jantan berkelahi satu kandang). Isyarat dari ramalan sang pujangga waktu itu agar masyarakat mewaspadai akan adanya ancaman disintegrasi atau perpecahan bangsa.
Bila kemudian ramalan tersebut dihubungkan dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S) bisa relevan kan?
“Saat ini bukan lagi pertarungan antara pendukung 01 melawan pendukung 02,” kata KGP pada Jumat (28/6) pagi di Malang, Jawa Timur.
“Namun saat ini adalah pertarungan antara nasionalis sejati dan melawan anti nasionalis. Sejarah selalu berulang” kata KGP.
Yang yang dimaksud sebagai anti nasionalis adalah sikap yang ditunjukkan oleh siapa pun mereka dengan ciri tidak mandiri sebagai bangsa yang merdeka dan lebih suka menjadi kuli bagi bangsa lain alias mau enaknya saja makan rente bank dengan bekerja dikit tapi untung besar alias mental calo.
Kondisi ke depan akan terjadi kemarahan, perlawanan dan apatisme masyakarat yang meluas di seluruh tanah air. Mereka tidak percaya lagi pada lembaga hukum yang tujuan dasarnya adalah mencari keadilan.
Apatisme itu sulit dicari siapa yang mempeloporinya? Tidak ada provokator yang bisa dituduh sebagai penggerak. Inilah gaya perlawanan rakyat ke depan, setidaknya selama setahun ini.
Mereka yang marah, berang dan apatis bukan hanya rakyat biasa tapi juga akan melingkupi pada para pegawai, tentara, dokter, guru dan Aparatur Sipil Negara lainnya.
“Mereka yang punya dana berlebih akan bergaya hidup sangat hedonistik, makan dan minum dalam kemewahan. Sedangkan yang hidup dalam kesulitan hanya melihat itu semua sebagai tontonan yang menyakitkan. Yang kaya tidak tahu apakah yang diperbuatnya salah atau tidak, sedangkan yang kurang beruntung hanya memendam kekecewaan dan kemarahan melihat kondisi disparitas yang sangat lebar.
Sebagai umat Islam tentu meyakini adanya Firman Allah
قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ ۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 26)
Begitulah nasib umat Islam Indonesia yang punya ciri sebagai berikut: Pertama, suka menutup mesjid padahal ada yang ingin itikaf, ingin dhuha, ingin mesjid menjadi sentra pendidikan di luar rumah tangga: baik pra sekolah maupun selagi masa bersekolah. Mesjid seakan milik pribadi dan mirip museum dengan memberlakukan jam buka dan tutup.
Kedua, umat Islam sulit dan atau tidak bisa bersatu. Terlihat sesama anggota kelompok komunitas bergesekan sehingga sibuk bersaing demi menonjolkan dan menolak apresiasi di antara sesama kawan. Ketiga, mayoritas umat bhakil dalam berbagi, bersedekah dan berwakaf karena sebagian ada yang hanya ingin terlihat sebagai alim individu bukan alim sosial.
Kealiman atau kesalehan diri lebih suka ditunjukkan dengan pergi haji berkali-kali ke Mekah padahal tetangga sekitar atau saudara kalian ada yang patut kalian perhatikan. Keempat, umat Islam lebih toleran pada etnis pembohong bahkan bangga bila jadi babu mereka, padahal kalau saja umat mengamalkan Sila ketiga dari Pancasila maka umat dari kaum pribumi akan jauh lebih maju dari Malaysia, Korsel, Jepang bahkan Cina sekalipun.
Kelima, umat saat ini tidak belajar dari sejarah. Mereka tidak paham kata-kata dari Buya Hamka (soal kerja), Haji Agus Salim (soal tuan rumah), Bung Hatta (soal tenggelam ke dasar laut), Tan Malaka (soal Aksi Massa), Sjahrir (diplomat ulung), dan Bung Karno (soal musuhmu adalah dari Bangsamu sendiri yang koruptif).
Front Pribumi dan KGP sudah sejak 1972 berjuang menyuarakan nasionalisme. Melakukan pencerahan lewat budaya, baik melalui musik, gerakan renovasi surau, dan pemasangan spanduk dan penyebaran kaos yang mengingatkan bahaya penjajahan modern lewat Proxy war.
Menurut KGP sebagai penutup, musuh bangsa ini sesungguhnya adalah pribumi sampah para jongos cina. “Sebentar lagi kira-kira setahun berjalan bangsa ini akan mendadak nasionalis. Mereka akan mencari pemimpin yang asli yang bisa membawa ke arah perubahan sesuai pancasila dan UUD 1945. Perlawanan rakyat sebentar lagi. Setahun berjalan, tidak lama lagi. Dan bangsa ini tengah mempersiapkan untuk mendadak kaget agar tidak terlihat dungu!”