Munculnya berbagai laporan masyarakat tentang praktik-praktik kecurangan pada Pemilu/Pilpres 2019, ternyata tidak saja membuat banyak pihak kecewa dan marah, tapi menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia, memang tidak netral, tidak jujur dan sengaja berpihak pada salah satu Paslon Capres.
Sebab, sebagaimana video laporan masyarakat yang kemudian viral di media sosial, praktik-praktik kecurangan yang massif itu tidak hanya terjadi di tingkat KPPS pada saat pencoblosan, tapi juga di tingkat PPK saat penghitungan suara dan bahkan di tingkat KPU saat input data real count ke Sistem Informasi penghitungan Suara (Situng) KPU.
Bukan sekali dua kali atau di satu TPS atau dua TPS, tapi berkali-kali dan di banyak TPS, input data perolehan suara untuk Capres/Cawapres tidak disertai lampiran formulir C1 atau jumlah suara untuk Paslon Capres 01 ditambah dan untuk suara Paslon Capres 02 dikurangi.
“Karena sudah berkali-kali, ini pasti bukan kesalahan manusia. Tapi sudah merupakan kesengajaan. Keadaan ini tidak lagi sekedar kekacauan sistem input data dalam penyelenggaraan pemilu oleh KPU, tapi kita menduga memang ada unsur kesengajaan,” ujar Komandan Gabungan Relawan Pembela Demokrasi Pancasila (Garda Depan), Lieus Sungkharisma.
Apalagi, tambah Lieus, sampai dua minggu pasca dilakukannya input data di laman Situng KPU itu, berbagai protes masyarakat tentang input data yang salah tak ditanggapi dengan serius oleh KPU.
“KPU terus saja menyajikan data yang salah itu dan membiarkan kesalahan tersebut tanpa berusaha memperbaikinya. Padahal, dalam hal pemilihan Presiden, kesalahan input data itu sangat merugikan Paslon 02,” katanya.
Yang menyedihkan, tambah Lieus, bukannya memperbaiki kesalahannya, Ketua KPU Arif Budiman dengan enteng menyebut itu cuma human error dan dia siap dikutuk jadi batu bila curang.
“Rakyat tak butuh pernyataan itu. Kalau dia tidak berniat curang, segera saja perbaiki kinerja KPU. Bukan malah minta dikutuk jadi batu,” ujar Lieus geram.
Atas ketidakbecusan KPU dalam menyelenggarakan KPU tersebut, dan adanya berbagai dugaan kesengajaan mencurangi suara rakyat, Lieus meminta agar Ketua KPU, Arif Budiman segera ditangkap.
“Dengan semua bukti kecurangan yang ada pada kita, jelas Arif Budiman selaku ketua KPU telah melanggar Pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017,” kata Lieus.
Pasal 532 itu, tambah Lieus dengan tegas menyatakan; “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan-denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).”
Dari Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyajikan input data perolehan suara Pilpres 2019, kita melihat ada pengurangan dan penambahan suara itu.
“Itu artinya ada suara pemilih yang sengaja dihilangkan dan menjadi tidak bernilai. Apalagi pada kenyataannya saat input data ke server KPU, banyak data yang dimasukkan tanpa disertai dengan melampirkan formulir C1. Itu saja sudah melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 yang diubah dan ditambah sebagian isinya melalui penerbitan PKPU Nomor 9 Tahun 2019,” tegas Lieus.
Seperti diketahui, aturan pelampiran form C1 dalam input data di KPU diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Umum yang kemudian diubah dan ditambah sebagian isinya melalui penerbitan PKPU Nomor 9 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 3 Tahun 2019. Pelampiran form C1 sudah tegas diamanatkan dalam ayat 9 (sembilan) dan 10 (sepuluh) PKPU nomor 3 Tahun 2019.
Ayat 9 berbunyi; KPU/KIP Kabupaten/Kota wajib memindai (scan) salinan formulir Model C-KPU, Model C1-PPWP, Model C1-DPR, Model C1-DPD, Model C1-DPRD Provinsi, dan Model C1-DPRD Kab/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai sejak hari dan tanggal Pemungutan Suara. Sedangkan Ayat 10 berbunyi; KPU/KIP Kabupaten/Kota wajib mengirimkan hasil pindai (scan) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) kepada KPU melalui Situng untuk diumumkan di laman KPU.
“Terlalu banyak kesalahan yang dilakukan komusioner KPU di bawah pimpinan Arif Budiman. Tidak hanya dalam menginput data, tapi juga dalam menjalankan peraturan yang dibuatnya sendiri,” kata Lieus.
Karena itulah, tambah Lieus, Gabungan Relawan pembela Demokrasi Pancasila meminta agar Arif Budiman, sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap semua kekacauan dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres tahun 2019 harus ditangkap.
“Ketua KPU itu harus ditangkap supaya bisa diadili untuk mempertanggung jawabkan semua kekacauan dan dugaan kecurangan Pemilu ini,” tegas Lieus.